Senin, 01 Juni 2020

Gendre cerpen

Macam - macam Genre
September 2, 2014
Macam - macam Genre
Genre, merupakan istilah serapan untuk ragam yang terbagi dalam bentuk seni atau tutur tertentu menurut kriteria yang sesuai untuk bentuk tersebut. Dalam semua jenis seni, genre adalah suatu kategorisasi tanpa batas-batas yang jelas. Genre terbentuk melalui konvensi, dan banyak karya melintasi beberapa genre dengan meminjam dan menggabungkan konvensi-konvensi tersebut. Lingkup kata “genre” biasanya dibatasi pada istilah dalam bidang seni dan budaya. Genre dalam tulisan dibedakan dalam kategori Non Fiksi dan Fiksi. Berikut ini adalah pembagian kategori genre :

Non Fiksi
Non-fiksi adalah sebuah genre yang berisi tentang tulisan-tulisan yang tidak terlalu membutuhkan imajinasi. Pada genre ini, isi tulisan biasanya memuat narasi kepenulisan ilmiah, artikel, tips dan trik, catatan bersejarah.

Fiksi
Fiksi adalah sebuah genre yang biasanya berupa cerita yang membutuhkan imajinasi dalam pengolahannya.
Berikut adalah jenis-jenis genre fiksi :

1. Sci-fi
adalah science (sains, iptek) dan fiction (fiksi). dalam sci-fi, dunia yang terbangun adalah dunia yang memiliki konsep teknologi dan sains ilmiah yang belum tentu ada di dunia nyata. genre Sci-fi dilihat dari teknologinya : cyberpunk, steampunk, atau cerita lintas galaksi.
contoh sci-fi : Serenity, Matrix, Back to the future

2. Horor
adalah jenis genre yang cerita dan plotnya dibangun sedemikian rupa sehingga mampu memberikan rasa ngeri pada pembaca/penonton. Horor bisa berisi tentang makhluk-makhluk halus yang suka meneror, tapi bisa juga berisi tentang pembunuh berantai yang memberikan kesan ngeri. Namun perlu diingat bahwa cerita yang memiliki setan di dalamnya, belum tentu termasuk dalam genre horor.
Sebuah cerita hanya bisa dikatakan Horor apabila mampu memberikan kesan “ngeri” dan “teror” bagi pembaca.
contoh : the ring, saw, final destination, drag me to hell

3. Fantasi
adalah genre yang memiliki unsur magis dan supernatural, berkecimpung dalam dunia yang kelihatannya serba surealis namun sebenarnya sangat logis. Fantasi adalah sebuah bentuk manifestasi kreativitas tingkat tinggi yang menuntut imajinasi bebas sebebasnya, namun juga tetap logis dan rasional.
contoh : lord of the ring, harry potter, enchanted, cerita-cerita mitologi, Berserk (ada unsur horor = dark fantasi)

4. Romance
adalah genre yang sebenarnya mengangkat kehidupan sehari-hari. di dalam romance ada unsur keseharian yang belakangan ini disebut slice of life. Romance konon memiliki ciri khas dimana diksi-diksi yang tertulis di dalamnya terbaca begitu puitis dan romantis sehingga mampu menciptakan suasana heart-warming yang mengakibatkan pembacanya dapat menikmati keindahannya. adapun bagian hidup yang selalu dirasakan setiap orang adalah jatuh cinta, melihat cinta dan cinta.
contoh : Ayat-ayat cinta, Biarkan kereta itu berlalu, Karmila, Tenggelamnya Kapal Van der Vick

5. Fanfiction
adalah sebuah cerita yang dibuat sebagai tribute untuk sesuatu yang memiliki copy right, alias sesuatu yang sudah ada. Mengurai dari makna katanya, fan = fans, fiction = fiksi. Fanfiction bisa berarti “imajinasi fans”. Jadi apabila kau membuat cerita berdasarkan boyband atau film animasi favoritmu, dan masih menggunakan dunia, konsep, karakter dan beberapa aspek cerita aslinya, itu disebut fanfiction.

6. Humor
adalah genre yang menekankan pada unsur komedi dan parodi. Humor lebih menekankan pada unsur jenaka dan bertujuan utama untuk membuat pembaca menjadi tertawa dan terhibur. Beberapa penulis menggunakan trik seperti menggunakan bahasa gaul atau bahasa slang dan susunan kalimat seperti ucapan sehari-hari yang terkesan ngawur dan ringan. Namun sesungguhnya humor juga bisa menjadi jenaka dengan tetap menggunakan kata-kata sastra.
contoh : Kambing Jantan (tapi ragu juga ini fiksi atau non fiksi), Sketsa

7. Misteri
belum tentu horor. misteri adalah cerita yang bertugas untuk membuat pembaca merasa penasaran sepanjang cerita karena banyak hal yang ditutupi dan terbongkar satu persatu. Cerita misteri menekankan pada unsur twist dan membutuhkan trick yang kuat untuk mempertahankan kemisteriannya. Chekov gun, red herring seringkali adalah teknik yang dipakai para penulis misteri dalam menuliskan cerita genre ini.
contoh : sherlock holmes, detective conan

8. Historical fiction
adalah sebuah genre cerita yang memiliki setting di dunia sesungguhnya, namun di masa yang berbeda. biasanya di masa lampau. menulis genre ini tidak boleh sembarangan kecuali penulis memiliki teori lain mengenai fakta yang telah terjadi. Bila ingin sukses menuliskan cerita pada genre ini, seorang penulis harus memiliki riset yang sangat kuat.
contoh : The Death to Come

9. Adventure
adalah sebuah genre bertema petualangan. Sebuah petualangan tidak harus mengembara ke tempat yang jauh, tapi bisa memiliki sebuah peristiwa yang mampu mengubah sesuatu, baik itu diri sendiri atau orang lain. Petualangan adalah kejadian/peristiwa penting yang terjadi dalam hidup seseorang.
contoh : lima sekawan, Icylandar (fantasi juga)
Sebuah cerita sangat mungkin memiliki multi-genre, terutama fantasi dan romance.

Sumber : Shiddiq Permana

http://shiddiqpermana21.wordpress.com/2013/06/17/pengertian-genre-dan-macam-macam-genre/

Jumat, 01 Mei 2020

T. E. R

Sendi  luluh lantak
Berputar dunia kian melambat
Tak ada rasa pasti
Tatanan berantakan
Memulai dari titik nol

Terkunci tak bisa keluar
Terbatasi silahturahmi
Terjaga ngeri diluar sana
Terpenjara tak lagi berkuasa
Terjangkiti menyusupi siapa saja
Terpuruk roda tak bisa menjadi kaki
Terperdaya isu mencuat dimana mana
Terpapar melawan tak ingin tepar
Terindikasi memaksa kita menyendiri

Berdoa pastilah bisa

Terhindar dari marabahaya
Terberkati seiring doa
Terkendali menjadi normal kembali
Tersenyum sambut mentari
Tertawa lepaskan canda
Tercantik jadikan indah kembali
Terbaik hasilkan ujian
Terselesaikan keluar di pagi hari
Tergantikan jiwa raga bahagia

Sendi menyatu kembali
Berputar dunia jadi ceria
Rasa pasti datang kembali
Tertata tak berantakan
Petaka jadikan  bahagia
Segera.

Sang Pencabut Nyawa

Diiring bayu,
Menderu melesat berkilat
Menyambar mangsa sesak
Tak bisa nafas kita
Mengunci "KLIK" ditenggorokan

Berdiam berhari gerogoti
Paru hati racuni pikir buntu
Resah diujung nyawa menjadi
Terkurung terpenjara

Kenakan mantra jampi dibalut
Doa berusaha sedia kala lewati
Karantina terasing jauh
Dari sanak saudara

Diiring bayu
Menderu melesat berkilat
Menyambar mangsa nafas
Diujung nyawa meregang
Tak bisa apa apa.

Terkunci

Tak bisa keluar teriak sampai serak
Mencari jalan anak kunci terpatahkan
Tak mampu buka pintu dan jendela

Selagi mentari masih ada hangatkan jiwa
Tak perlu sambungkan anak kuncimu
Tak perlu cemas tak bisa aktivitas, dirumah saja
Berdoa sekuat tenaga, pintu segera terbuka

Di dalam sudah aman tak perlu jalan keluar.

Minggu, 26 April 2020

Pentigraf

PENTIGRAF
Kayaknya sama aja. Bedanya penulisannya 3 paragraf dan langsung ke inti.
KODE BAHASA, KODE SASTRA, DAN KODE BUDAYA
Pakar sastra A. Teeuw menjelaskan bahwa untuk mengerti atau menafsirkan teks sastra seorang pembaca harus memahami 3 kode yaitu kode bahasa, kode sastra, dan kode budaya.
1. Kode bahasa berarti sistem bahasa yang dipakai oleh seorang penulis. Jika ia memakai bahasa Jawa pembaca harus mengerti bahasa Jawa, jika memakai bahasa Inggris pembaca harus tahu bahasa Inggris dan sebagainya.
2. Kode sastra. Bagaimanapun sastra memiliki kekhasan ekspresi. Sastra tidak linear tetapi seringkali malah berputar atau melingkar. Bahasa dalam sastra bersifat deotomatisasi yang berdampak pada defamiliarisasi. Oleh karena itu menulis cerpen misalnya tidak mungkin penulis hanya sekadar menyampaikan informasi, namun ia akan bercerita dengan pengaluran yang bisa jadi tidak lazim dipandang dari sudut bahasa sehari-hari. 
3. Kode budaya. Membaca sastra berarti membaca budaya atau tradisi tempat tokoh-tokoh itu beraktivitas. Membaca novel-novel Oka Rusmini tanpa dilandasi pengetahuan yang cukup tentang budaya Bali pembaca tentu akan mengalami kesulitan. Membaca novel-novel Ahmad Tohari tanpa dilandasi pengetahuan tentang budaya atau tradisi ronggeng pembaca tentu akan menghadapi kerumitan.

Nah, penulisan karya sastra pun juga secara tak langsung akan dituntun oleh kode-kode tersebut. Demikian pula pembacaannya.

Contoh:

MALAM ABU-ABU
pentigraf Tengsoe Tjahjono

Yae Hun setengah berlari memasuki lift yang nyaris tertutup. Jam 11 malam Coex akan segera memadamkan lampunya. Betapa kagetnya dalam lift ia melihat dirinya yang lain, yang juga tampak kelihatan panik memandangnya. Semula ia berpikir itu bayangannya di kaca besar yang menutupi seluruh dinding. Syal, long-coat, kaos tangan, hingga sepatu boat yang dipakai hampir sulit dibedakan.

“Kamu terkejut?!” mereka berucap nyaris bersamaan. “Aku tahun lalu menjalani operasi plastik total di Gyalumhan Plastic Surgery Gangnam. Akhirnya aku menjadi seperti ini,” bisik gadis itu. Yae Hun terperangah, tahun lalu pun ia pergi ke klinik operasi plastik tersebut. “Kita tampaknya memiliki ayah kedua yang sama,” gerutu Yae Hun sambil bergegas keluar lift. Kawasan Samseong diguyur salju tipis, malam pun abu-abu. Ia rapatkan syal di leher.

Yae Hun berbelok menuju stasiun subway line 2. Untung masih ada kereta. Kereta terakhir. Segera ia melompat ke gerbong 8. Astaga ia menatap dirinya duduk di semua bangku panjang. Dirinya ada di mana-mana. Rambutnya, hidungnya, bibirnya, dagunya, duh, juga pakaian yang dikenakan. Yae Hun sungguh-sungguh panik. Siapa diriku sebenarnya, tanyanya. Yae Hun! Oh, ternyata aku hanya sebuah nama. Sekadar nama.

Surabaya 31052017

Saya memakai pentigraf yang saya tulis karena mas Herman Joseph Pius Maryanto menanyakan tentang memahami teks ini walaupun sebenarnya sungguh tak patut saya menjelaskan tulisan saya sendiri. Namun, tak apa demi belajar bersama.

Kode bahasa rasanya tak perlu dijelaskan. Pentigraf ini justru berangkat dari budaya yang saya amati sendiri di Korea. Jika saya naik kereta maka akan saya temukan gadis-gadis berwajah sama. Mungkin dari 10 gadis, 8 gadis berwajah sama. Rata-rata mereka melakukan oplas di distrik Gangnam. Di Korea sampai muncul istilah gadis-gadis Gangnam atau gadis-gadis berbapak dua. Dari fakta budaya seperti itulah imajinasi saya tumbuh. Saya hanya membayangkan bagaimana batin mereka tentang diri sendiri atau tentang identitasnya.

Nah, supaya cerita itu hidup saya memilih latar di Coex, sebuah mall besar di distrik Samseong dekat Gangnam yang dilalui kereta subway line 2. Sungguh, pengetahuan mengenai kode budaya sangatlah penting. Sering saya meminta pertolongan mBah Google jika harus menafsirkan sebuah puisi dengan kata-kata yang tidak saya pahami atau latar yang asing supaya saya tahu konteks budayanya.

Salam menafsir.

Tengsoe Tjahjono
TENTANG PENTIGRAF METROPOP

Secara mudah pentigraf metropop adalah pentigraf yang mengangkat persoalan metropop. Lha, metropop itu apa?

Metropop dapat diartikan sebagai drama masyarakat kota atau drama masyarakat urban. Masyarakat kota atau urban itu seperti apa? Kondisi tertentu masyarakat kota itulah yang akan melahirkan drama kehidupan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia urban mempunyai dua makna, yakni, orang desa yang pindah ke kota, dan arti kedua adalah segala sesuatu yang berhubungan atau bersifat kekotaan. Gaya hidup masyarakat kota atau urban itu sebagai berikut.

1. Terbuka
Mereka terbuka terhadap budaya baru yang datang, cara berpikirnya pun tidak sempit dan kolot.

2.  Individualis
Mereka berorientasi pragmatis. Aktivitas diukur dari keuntungan yang diperoleh. Mereka sangat sibuk dengan hidupnya sendiri.

3. Hedonis
Mereka  lebih mengejar materi dan bergaya hedonis agar selalu terlihat modern dan kekinian. Mereka terjebak pada budaya ingin tampil walaupun dengan modal pas-pasan agar diterima oleh kelompoknya.

4. Melek Internet
Kedekatan mereka dengan internet membuat dunia mereka tak terbatas, dan gaya hidupnya pun berkiblat ke kota-kota dunia.

5. Kafe
Kaum urban sangat suka kongkow di mall, kafe, restoran, dan tempat-tempat lainnya instagramable.

6. Tren
Kaum urban selalu tergoda mengikuti gaya hidup yang sedang tren. Jika traveling sedang tren mereka akan traveling, jika senam sedang tren mereka akan senam, dan sebagainya.

7. Semakin longgar
Aturan atau tata hidup bersama semakin longgar, rasa keimanan pun acapkali semakin terkikis dan luntur.

8. Rasional
Karena arus informasi yang mudah didapat, pengetahuan dari negeri asing diperoleh dengan gampang, membuat masyarakat kota lebih rasional, dan mengabaikan perasaan atau naluri.

Problem sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, dan psikologis muncul dalam kondisi masyarakat seperti itu. Bagi orang Indonesia menjadi individualistis ternyata tak mudah karena ketika berangkat dari desa mereka sudah terbiasa hidup dalam tradisi guyub. Menjadi hedonis juga memerlukan dana besar, muncullah problem ekonomi dan kepercayaan diri dalam kasus ini. Mengikuti tren sering kali justru menjebak orang dalam kehidupan yang tanpa arah. Itulah drama masyarakat urban. Penulis dapat menjadikannya persoalan-persoalan itu sebagai inspirasi.

Pada umumnya ciri fiksi metropop
1. Tema:  Problema masyarakat kota atau urban
2. Tokoh: Pribadi-pribadi yang hidup sebagai masyarakat kota atau urban, kaum muda atau kaum pekerja muda
3. Latar: Kota dengan segala pernak-perniknya, gaya hidup perkotaan
4. Bahasa: Sederhana, bahasa keseharian sesuai dengan konteks perkotaan.

Semoga penjelasan sederhana ini dapat memotivasi kita untuk menulis pentigraf metropop.

Salam Tiga Jari: Pentigraf!

Tengsoe Tjahjono
Berapa panjang pentigraf yang ideal? Sekitar maksimal 210 kata.

Tengsoe Tjahjono


Tengsoe Tjahjono
FORMULA PENTIGRAF

Jika ingin menulis cerpen tiga paragraf, beginilah pengalaman saya.
1. Fokus pada persoalan yang dihadapi seorang tokoh atau tema yang diangkat.
2. Elemen narasi yang berupa tokoh, alur, dan latar dihadirkan secara bersama-sama dalam satu jalinan yang utuh.
3. Kurangi dialog. Ubah dialog ke dalam teks deskripsi atau narasi.
4. Usahakan ada kejutan pada paragraf ke-3, hal yang tak terduga, yang bisa menimbulkan suspense atau ketegangan.
5. Panjang paragraf hendaknya dalam ukuran wajar. Sekurang-kurangnya 1 kalimat, namun jangan lebih dari 10 kalimat. Walaupun hal ini bukan harga mati. Sesungguhnya, panjang paragraf bergantung pada ketuntasan topik.

JANJI
Dedeh Supantini

Lelaki itu membuka kancing bajunya berurutan, dari bawah ke atas. Masih seperti dulu. Hanya saja kali ini ia melakukannya dengan gerakan sangat lambat. Mungkin karena sebagian rambutnya telah memutih, dan tatapannya tidak setajam dulu. Namun ketika ia memandangku, aku menghindar, tidak siap menjawab permintaan maaf yang terlukis pada sinar matanya. Maaf adalah kata yang mudah diungkapkan bila ia sedang terdesak. Kini aku memilih diam. Sepuluh tahun tidak berjumpa dengannya membuatku lupa, sampai tahap mana sudah kumaafkan dia, dan aku tak mau memikirkannya.

“Lis,” bisiknya lirih. Suara itu pernah mengisi hari-hariku sepenuhnya, namun sekaligus membuat hidupku porak-poranda. Suara yang kini terdengar memohon, membuat hatiku bergetar.

Kubantu ia menyibakkan kemejanya, dan tampaklah perutnya yang tegang, penuh memar kebiruan. Siapa yang melakukannya? Dengan berbisik ia sebutkan anak tirinya. Aku sudah melihat hasil USG yang dilaporkan dokter jaga tadi, tampaknya terdapat luka dalam, dan harus segera dioperasi. Rasanya perih ketika kukatakan aku harus berbicara dengan keluarganya. Aku menelan ludah, membendung air mataku. Terbayang olehku wajah perempuan yang telah merebutnya dari anak-anakku, dariku. Dan ia menangis, ketika aku berbisik bahwa aku akan ada di sisinya sampai ia bangun dari operasi dan sembuh. Aku berjanji, sebagai dokter bedahnya.

Pentigraf Janji ini merupakan contoh pentigraf ideal. Paragraf pertama terdiri atas 7 kalimat, paragraf kedua hanya 3 kalimat, sedangkan paragraf ketiga terdiri atas 9 kalimat. Paragraf-paragrafnya tidak terlalu panjang. Paragraf singkat seperti itu membuat pentigraf terkesan padat dan bernas.

Persoalan pun hanya berfokus pada internal-conflict yang dialami tokoh sentral, dalam hal ini aku-sang-pencerita. ‘Aku’ sebagai dokter bedah harus menyembuhkan mantan suaminya yang direbut oleh perempuan lain, dan luka dalam karena dihajar oleh anak tirinya. Persoalan rumit itu begitu efektif disajikan dalam format tiga paragraf.

Elemen narasi pun disajikan secara utuh dan padu. Melalui alur yang tersaji pembaca dapat mengetahui bagaimana karakter lelaki dan aku-sang-pencerita tersebut. Lelaki itu secara tak bertanggung jawab meninggalkan istri dan anak-anaknya. Sedangkan, aku-sang-pencerita sudah berkali-kali memaafkan kelakuan lelaki tersebut.

Kejutan pun terjadi pada bagian paragraf ketiga: Kubantu ia menyibakkan kemejanya, dan tampaklah perutnya yang tegang, penuh memar kebiruan. Siapa yang melakukannya? Dengan berbisik ia sebutkan anak tirinya. Aku sudah melihat hasil USG yang dilaporkan dokter jaga tadi, tampaknya terdapat luka dalam, dan harus segera dioperasi. Rasanya perih ketika kukatakan aku harus berbicara dengan keluarganya. Aku menelan ludah, membendung air mataku. Terbayang olehku wajah perempuan yang telah merebutnya dari anak-anakku, dariku. Dan ia menangis, ketika aku berbisik bahwa aku akan ada di sisinya sampai ia bangun dari operasi dan sembuh. Aku berjanji, sebagai dokter bedahnya. Pada bagian ini pembaca pun dibuat tercengang tentang bagaimana lelaki itu telah mengkhianati sang istri, dan bagaimana sang istri dalam kemarahannya berusaha tenang dan memaaafkan. Terdapat pesan moral yang sangat bagus dalam pentigraf ini: Keberanian memaafkan harus dipupuk dalam diri setiap pembaca.

Pentigraf memang pendek, namun ia merupakan teks sastra yang serius. Pentigrafis bukan sekadar menata rangkaian peristiwa, namun bagaimana menyatukan alur, tokoh, tema, dan pesan secara padu dan utuh. Dengan membaca pentigraf diharapkan pembaca memiliki pengalaman indah dan kaya sebagai nutrisi jiwanya.

PARADOKS SEBUAH KOTA
Tengsoe Tjahjono

Cerpen tiga paragraf atau pentigraf walaupun memiliki ruang yag amat terbatas, bukan berarti terbatas pula dalam menjelejahi dunia. Justru karena hanya 3 paragraf, para pentigrafis ditantang untuk melakukan seleksi terhadap persoalan yang hadir, membahasakannya dengan efektif, dan pada akhirnya lahirlah karya narasi yang padat dan menginspirasi pembaca.
Kitab Pentigraf 3 “Laron-Laron Kota” ini berisi pentigraf yang ditulis oleh 53 pentigrafis. Kitab pentigraf kali ini mengangkat persoalan manusia dan kota, kegerlapan lampu-lampu kota dan dunia batin manusia kota berkelindan luar biasa. Tema-tema yang diangkat menyangkut carut marut pikiran, saling silang pergaulan, dan duka cita masyarakat sebagai bagian dari kota yang kejam dan sekaligus menarik untuk didekati. Kota selalu menyajikan paradoks-paradoks.
Mari kita simak pentigraf karya Atik Herawati berikut ini.
GADIS DI SISI STASIUN
Atik Herawati
“Selepas sekolah cepat pulang, bantu ibumu ini,” perintah Ibu yang acap kali aku dengarkan sebelum berangkat sekolah. Meski agak jengkel dengan pesan Ibu tiap pagi, namun Ibu merupakan tulang punggung keluargaku saat ini. Selepas Bapak meninggal setahun yang lalu, Ibulah yang memperkuat keuangan, meski aku juga punya andil dalam ekonomi keluraga juga. Kini usiaku 16 tahun, duduk di bangku kelas dua Sekolah Menengah Atas. Jam tiga sore aku sudah sampai rumah dari sekolah. Saatnya untuk membantu Ibu memasak aneka gorengan yang nantinya dijual bersama kopi hitam dan teh tubruk di sisi stasiun.
Sore itu seperti biasa aku mulai membuka warung kecilku, gorengan mulai kutata rapi. Tak lupa kompor kunyalakan untuk merebus air buat seduhan kopi dan teh tubruk. Buku pun sudah selalu siap disamping dagangan menemani, meski kadang tak tersentuh sama sekali. Ibu tak sekali jua menengokku karena harus merawat adik terkecilku yang baru berusia 15 bulan.
Pelanggan mulai berdatangan selepas magrib hingga jam delapan yang hanya menikmati gorengan dan minuman hangat. Setelah itu aku menambahkan jualanku, namun aku batasi pelanggan yang datang, karena badanku akan sangat letih jika lebih dari tiga pelanggan. Gincu merek viva tak lupa aku oleskan tipis-tipis di antara redupnya lampu kehidupanku.
Pentigraf ini memakai latar stasiun. Tentu ini merupakan latar pas diangkat untuk mengangkat paradoks-paradoks sebuah kota. Stasiun tempat kereta api berangkat dan berhenti, lalu orang-orang berbondong-bondong masuk atau keluar dari pintu gerbong. Di kepala mereka berderak aneka macam pikiran dengan kadar kerumitan masing-masing. Stasiun merupakan metafora sebuah kota. Dari stasiun itulah segala persoalan manusia bisa bermula dan belum tentu berakhir, saling-silang bagai rel.
Tokoh ‘aku’ siswi SMA berusia 16 tahun hidup dalam saling-silang seperti itu. Panggilan untuk bisa bertahan hidup bersama ibu dan adiknya menjadi tugas mahaberat dalam kondisi ekonomi yang pas-pasan. Kota itu bukan tempat yang murah. Antara mimpi dan kenyataan, antara utopia dan distopia, antara harapan dan pahitnya hidup, melahirkan paradoks-paradoks yang beragam dan rumit. Dalam kondisi seperti itulah manusia kota bisa terjebak pada labirin gelap hidupnya.
Manusia kota itu ibarat laron-laron. Hal itu dapat dibaca dari pentigraf berikut ini.
LARON-LARON KOTA
Megawati Lie
Aku tak pernah suka tinggal di kota besar, sebenarnya. Semuanya penuh kepura-puraan. Aku harus mengenakan dasi ke kantor, terutama saat mempunyai janji temu dengan klien. Padahal, aku harus berjalan kaki dari tempat kosku yang berada di belakang gedung pencakar langit perkantoranku. Bu Linda, atasanku, tidak pernah mau tahu dengan keringat yang membasahi punggung dan bajuku. Ia akan menunjukkan wajah masam jika aku belum memakai dasi sewaktu tiba di kantor.
Meskipun begitu, aku sangat menikmati pekerjaanku sebagai sales consultant. Betapa tidak, makan siang di kafe atau hotel berbintang sudah menjadi hal yang biasa bagiku. Semua biaya ditanggung oleh kantor, dengan dalih meeting dengan klien. Masuk-keluar mall mewah pun menjadi pekerjaanku sehari-hari, karena klien minta ditemui di sana demi efisiensi waktu.
Sore ini, tidak ada jadual meeting dengan klien. Aku mampir ke warung makan Mbok Warsih di kolong jembatan flyover sebelum pulang. Aku tengah membayar sebungkus nasi rames untuk makan malamku, ketika seseorang menyapaku. Alamak, sialan! Dara, klien perusahaan yang tadi siang meeting denganku, menunjukkan wajah bertanya-tanya melihatku. "Eeng…, ini untuk Pak Parto, penjaga kos saya," ujarku tergagap sembari memasukkan kembalian 35 ribu rupiah terakhirku ke dalam dompet. Masih cukup untuk makan malam besok, sebelum lusa aku gajian.
Pentigraf tersebut juga menyajikan paradoks-paradoks.
Pentigraf ini mengangkat tokoh ‘aku’ sebagai pencerita. Sama dengan pentigraf Gadis di Sisi Stasiun. Mengapa ‘aku’? Sebab penulis mengajak pembaca menikmati refleksi para tokoh yang seakan-akan merupakan bagian langsung dari kehidupan kota. Atau, penulis ingin menegaskan bahwa persoalan kota bukan hanya merupakan persoalan budaya dan sosial, namun juga persoalan pribadi dan batin setiap penduduk kota. Paradoks-paradoks terjadi dalam setiap hati.
Dalam pentigraf Megawati Lie terdapat paradoks-paradoks: dasi dan jalan kaki, keringat dan mall, kafe, atau hotel ber-AC, serta kejujuran dan kebohongan, fakta dan pura-pura. Para laron yang terbang dari desa menuju gemerlap lampu kota akan disergap oleh paradoks-paradoks seperti itu. Paradoks-paradoks itu bukan hanya bersifat fisik namun juga masuk dalam dunia kebatinan para penduduk kota.
Sungguh, membaca Kitab Pentigraf ini pembaca diajak merenungkan tentang karakter kota dan diajak untuk bijak menyikapi hidup di kota-kota. Bacalah, dan jadi bijak.


Tengsoe Tjahjono
Malang, Hari Buruh 2019


PENTIGRAF SEBAGAI KARYA SASTRA (LANJUTAN)
Oleh Tengsoe Tjahjono

CONTOH PROSES MENULIS PENTIGRAF

Sebuah karya sastra selalu bermula dari bahan. Bahan penulisan karya sastra adalah pengalaman sehari-hari, realitas faktual, atau realitas objektif, realitas yang dialami atau diindra oleh seorang penulis.

Misalnya pada suatu ketika Anda menyaksikan kehidupan seorang nenek tua. Dia hidup sebatang kara di sebuah gubug reyot di pinggir sungai. Entah di mana keluarganya. Pekerjaan nenek tua itu memungut benda-benda bekas di tempat sampah yang terletak tidak jauh dari gubugnya. Lalu misalnya Anda menulis pentigraf sebagai berikut.

NENEK SEBATANG KARA
Di pinggir sebuah sungai yang airnya mengalir deras berdirilah sebuah gubug yang sangat memprihatinkan. Atapnya terbuat dari seng, terlihat bocor di sana-sini. Andaikan sungai itu meluap gubug itu pasti ikut hanyut diseret air.

Siapa penghuni gubug itu? Dia adalah seorang nenek tua yang tinggal sebatang kara. Orang-orang tak mengenali nenek tua itu. Mereka juga tidak tahu siapa keluarga nenek tua tua itu? Mungkin saja dia tidak memiliki suami, apalagi anak.

Setiap hari nenek tua itu bekerja memungut barang-barang bekas di bukit sampah yang terletak tidak jauh dari gubugnya. Sungguh menyedihkan kehidupan nenek malang itu.

Bandingkan sekarang antara realitas objektif dengan teks pentigraf Anda. Tidak berbeda, bukan? Anda hanya memindahkan realitas faktual tentang kehidupan nenek tua ke dalam pentigraf. Anda belum MENGOLAHNYA menjadi sebuah realitas baru, realitas imajinatif. Anda baru sebatas MELAPORKAN peristiwa atau keadaan, Anda belum benar-benar MENCIPTAKAN suatu dunia baru dalam pentigraf Anda.

Bisa jadi dengan bahan realitas faktual yang sama Anda bisa menulis seperti berikut ini.

HUJAN TIGA HARI
“Aku masih kuat bekerja,” kata nenek tua itu ketika Yeny, petugas Dinas Sosial, yang berusaha membujuknya untuk pindah ke tempat penampungan yang lebih baik. Kedua perempuan itu sama-sama memandang gubug di bantaran sungai tersebut, tentu dengan pikiran yang saling berbeda. Hujan turun sudah tiga hari ini. Air sungai pun sudah mencapai bibir. Gubug beratap seng yang bolong di sana-sini tak mampu bertahan dari gempuran air.  Matras bekas, yang tak lagi berbentuk, basah. Bahkan, lantai tanah itu becek oleh genangan.

“Hujan makin deras, Ibu. Ibu ikut kami saja,” bujuk Yeny sambil mengusap wajahnya yang basah oleh lelehan hujan. Nenek tua itu bersikukuh. Dia malah meringkuk di matras yang basah. Dalam batinnya terbentang kalimat: Ini rumahku. Tak akan aku tinggalkan, apa pun yang terjadi. Yeny melirik petugas Dinas Sosial lainnya. Ada 4 laki-laki bersamanya. Keempat lelaki itu merangsek ke dalam, berusaha membopong sang nenek. Nenek itu meronta. Setua itu tubuhnya terlihat perkasa. Tak mudah membetotnya dari matras lapuk itu.

Hujan turun sangat lebat. Suara gemuruh terdengar dari hulu. Dalam hitungan detik air sungai itu meluap, coklat dan keras. Yenny terkejut. Empat lelaki itu berusaha memegang dan menyeret nenek tua itu sekuat tenaga, melawan terjangan air. Nenek itu lengket dengan matrasnya. Tak mudah. Pegangan itu pun terlepas. Hanya dalam satu tarikan napas gubug itu tersapu banjir. Berantakan jadi serpihan-serpihan papan dan seng. Sebuah matras tua tampak timbul tenggelam. Entah, nenek tua itu di mana. Yeny dan empat kawannya melongo di atas mobil Dinas Sosial. Dia menangis, “Aku telah gagal hari ini.” Hujan tidak makin reda.

Sekarang bandingkan antara realitas faktual dengan teks pentigraf Anda. Berbeda, bukan? Pentigraf yang berjudul “Hujan Tiga Hari” telah berubah menjadi sebuah realitas baru, sebuah realitas imajinatif. Pentigraf ini bukan sekadar transfer peristiwa. Penulis telah sungguh-sungguh MEMBANGUN, MEMBENTUK, MENCIPTA, MENGANGKAT pengalaman sehari-hari atau realitas objektif menjadi sebuah dunia baru yang memiliki NILAI LEBIH dibandingkan dengan pengalaman yang telah diamatinya.

Tugas penulis adalah membangun sebuah dunia baru lewat karya sastranya, bukan sekadar hanya mendeskripsikannya. Selamat menulis.

Tengsoe Tjahjono
Malang, 4 Agustus 2017


PENTIGRAF SEBAGAI KARYA FIKSI
Oleh Tengsoe Tjahjono

Apa pun yang terjadi pentigraf atau cerpen tiga paragraf merupakan karya fiksi atau karya sastra. Hakikat fiksionalitas melekat pada diri pentigraf. Bagaimana sebenarnya proses penulis fiksi?

1. Fiksi dari kata Latin fictio yang berarti membentuk, membangun, mencipta, mengkreasi, mengkonstruksi. Untuk melakukan hal tersebut tentu memerlukan bahan, bahan yang akan dibentuk, dibangun, dicipta, dikreasi atau dikonstruksi. Apakah bahan penulisan karya fiksi? Bahan utamanya adalah pengalaman sehari-hari, pengalaman hidup, realitas faktual.
2. Bahan-bahan tersebut lalu diolah oleh penulis dengan berbekal alat dan pengalaman yang dipunyai. Bekal apa yang harus dimiliki agar olahannya menjadi baik dan menarik? Bekal itu adalah: pengalaman bahasa, pengalaman estetika, pengetahuan dunia, serta ideologi dan filosofi yang dihayati. Nah, masing-masing penulis memiliki kualitas bekal yang saling berbeda.
3. Karena bahan tersebut telah diolah sedemikian rupa maka realitas faktual atau realitas objektif itu berubah menjadi realitas baru, realitas subjektif, atau realitas imajinatif yang BERBEDA dengan realitas objektif sebagai bahan penulisan. Tugas penulis bukan MEMINDAHKAN realitas sehari-hari ke dalam teks tetapi MENGOLAH dan MENGANGKAT realitas tersebut menjadi realitas baru. Jadi, andaikan realitas yang ditulis itu A, maka di tangan seorang sastrawan akan berubah menjadi mungkin saja (A+B+C)x12, sebuah realitas baru yang jauh berbeda dengan realitas A. Jika A ditulis tetap A, bukanlah karya sastra atau fiksi.

Pertanyaannya sudahkah pentigraf kita sungguh merupakan realitas baru atau masih proyeksi atau melukiskan realitas objektif, pengalaman wantah yang kita alami? Kalau jawabannya kita ternyata masih sedang memindahkan realitas itu ke dalam teks pentigraf, kita harus mau belajar untuk mengolahnya menjadi realitas baru, realitas imajinatif. Selamat menulis.


Tengsoe Tjahjono
Malang, 3 Agustus 2017


SURAT UNDANGAN RESMI

Bagaimana penulisan kalimat penutup surat undangan yang benar?

    Dalam  bagian  penutup surat undangan sering kita temukan kalimat "Atas kehadiran Bapak, Ibu,  Saudara, kami ucapkan terima kasih."
   Sudah betulkah kalimat tersebut untuk mengisi bagian penutup surat undangan?
    Untuk mengetahui benar- tidaknya kalimat tersebut, kita dapat menganalisisnya dari dua segi, yaitu struktur kalimat dan penalaran.
      Dari segi strukturnya, kalimat tersebut sudah merupakan kalimat yang lengkap. Kelengkapan kalimat itu dapat kita lihat dari jabatan yang terdapat dalam kalimat tersebut.
Kalau diuraikan menurut jabatannya,  " Atas perhatian Bapak, Ibu,  Saudara,
( pelengkap ), kata
 " kami " ( objek pelaku ), "ucapkan" ( predikat ), dan "terima kasih" ( subjek )
    Akan tetapi, kalau dilihat dari segi penalarannya,  kalimat tersebut tidak masuk akal. Mengapa?
Dalam surat undangan, orang yang mendapat undangan belum hadir. Masa, orang yang diundang orang belum hadir,  pengirim surat sudah mengucapkan terima kasih? Mestinya, ucapan "terima kasih atas kehadiran Bapak, Ibu, Saudara itu," disampaikan apabila orang yang diundang sudah hadir. Itu namanya ucapan terima kasih yang " prematur". Agar menjadi kalimat yang logis, kata
" kehadiran" diganti dengan kata " perhatian". Harapannya setelah menerima surat, si penerima surat memberikan perhatian.
   Selain itu, kata " ucapkan" harus diubah menjadi " sampaikan" karena bahasa yang digunakan dalam surat adalah bahasa tulis.
   Dengan uraian tersebut,
kalimat yang benar dari segi struktur dan logikanya adalah" Atas perhatian Bapak, Ibu, Saudara, kami sampaikan terima kasih."
Mengapa kata " ucapkan" juga diganti menjadi kata
" sampaikan"? Karena bahasa yang digunakan dalam surat adalah bahasa tulis.
    Semoga bermanfaat!

Kamis, 23 April 2020

Ramadhan Awal

Ramadhan awal

Kala itu senja kan jelang
Kenakan baju putih
Tuk hampiri keturunanmu
Berpeluk mesra penuh kasih

Hadirmu bawa keteduhan,
Suaramu nyanyikan semangat juang
Gerak langkahmu berikan teladan
Sebelum kau pulang

Sekian lama kau tiada
Sebulan kita bisa bercengkrama
Sisakan amanat tertunda.
Tergantung dipundak

Tertunduk, tak kuasa angkat kepala
Mulut terkunci , Menetes air dipipi
Teriak terasa berat
Bicara saja di dalam hati
Maaf belum bisa terlaksana!

Senin, 13 April 2020

ILMU


Melihat wajahmu begitu enggan  menatapnya
Kulirik kulitmu begitu halus
dengan penuh rasa enggan
Kucoba terus kudekati dan berusaha taklukanmu
Mata,  pikiran dan konsentrasi ku curahkan padamu

Panjang betul kau uraian segala yang kau punya
Kau tumpahkan uraian detail dari bab ke bab secara runtut
Setelah ku selami ternyata kau begitu menyimpan banyak pengetahuan
Misteri yang jadi pengetahuan buatku

Engganku berubah menjadi keasikan
Malasku kembali bangkit setelah kubuka helaian demi helaian
Tak bosan cumbui, dirimu Setiap jengkal kulitmu
Jemari berhenti temukan makna tanpa henti
Berpeluh keringat temukan ilmu berserak

Kupinang dirimu dan kubawa masuk ke dalam pikiranku
Menyatu dijiwa dan ragaku,
bersamamu melangkah menjadi ringan, tak gentar hadapi masalah
Gelisah tiada lagi, selalu nyaman bersamamu

Lihatlah…..
Mereka dari berbagai penjuru mencarimu
Berseragam sekolah, bersarung berpeci apaun yang mereka kenakan
Mereka tak merasa lelah, tak merasa bosan, terus belajar, tentang apa saja demi ilmu

PENCARI TERANG



Mendung bergelayut
Berhari, berbulan, bertahun habiskan waktu
Duduk dibangku, setingkat-setingkat, ditapaki
Bertumpuk sertifikat belum hasilkan apa-apa

Bersama datangnya hujan
Berlari, mencari keteduhan dapatkan rizki
Belum juga temukan yang pasti
Orang seperti apa yang dibutuhkan di negeri ini?

Tembok birokrasi terlalu tinggi
Tuk segera dapatkan legalisasi
Seperti hanya sebuah mimpi
Harapan untuk mengabdi, ikut membangun negeri

Hujanpu telah reda, namun senja berganti malam
Secercah cahaya nampak dari kejauhan
Berlomba lagi menggapai cahaya harapan
Berbondong-bondong, semua…
Berubah seperti laron pencari kerja
Tetap berusaha mencari Nomor Induk pegawainnya
Kepakan sayap, berputar putar
Berputar-putar, berputar putar
Sampai sayapnya lepas satu, sayapnya lepas satu
Berkerumun, bergandengan mengikuti temannya, dan akhirnya pulang.
Ketika Matahari terbit, yang ada tersisa sayap-sayap harapan
Dan segera hilang disapu angin seiring datangnya siang.

KESOMBONGANMU


Dikerumuni teman sejati
Berkolusi tak taat perintah guru
Lalaikan tugas sekolah mengajak teman adu nyali,
untuk jaga gengsi, walau temannya ada yang mati
Merasa kuat, bacok sana bacok sini karena punya dekeng POLISI
Dicoba diperbaiki, tak hasilkan putusan pasti

Orang tua seharusnya menasehati, datang terkesan melindungi
Menuding, Sekolah lah yang salah tak mampu berikan pendidikan yang mumpuni
Lembaga disudutkan, dikerdilkan dirampas oleh ketidak sadaran orang tua
Namun…
Gagahmu tiada lagi
Gagahmu tak tampak lagi
Kekayaanmu, kekuasaanmu tak mampu cetak ijazah
Sesali diri tiada arti, waktu telah berganti
Apapun yang kau miliki
Tak berarti.

ANGKASA





Termangu Menatap Bintang
Diangkasa Bergetar bibir lirih berdoa,
khusyuk yang nampak
diantara kerut tua wajah
Melangkah terbang, semua,
berusaha diraih, semua tinggal harapan, angan yang tinggi terkait
Menggantungkan cita cita dilangit, kaitkan asa penuh harap kelak
Untuk semua mimpi
si buah hati bercucur peluh mengalir darah, deras mengucur
Gontai Lelah, terbalut keriput samar
dengan garis tanganmu tak mampu menatap lama
pada buah hati tersenyum tidur
Cahaya terang bintang jatuh
Tak mungkin terkabulkan doa seperti kebanyakan tahayul
“Ibumu Akan perjuangkanmu, Tanpa Bapakmu”
Muh. Herdi Sigit Iswanto
082143660674

ANGKASA




Termangu Menatap Bintang
Diangkasa Bergetar bibir lirih berdoa,
khusyuk yang nampak
diantara kerut tua wajah
Melangkah terbang, semua,
berusaha diraih, semua tinggal harapan, angan yang tinggi terkait
Menggantungkan cita cita dilangit, kaitkan asa penuh harap kelak
Untuk semua mimpi
si buah hati bercucur peluh mengalir darah, deras mengucur
Gontai Lelah, terbalut keriput samar
dengan garis tanganmu tak mampu menatap lama
pada buah hati tersenyum tidur
Cahaya terang bintang jatuh
Tak mungkin terkabulkan doa seperti kebanyakan tahayul
“Ibumu Akan perjuangkanmu, Tanpa Bapakmu”

Sabtu, 14 Maret 2020

BULAN


Meyebutmu Dewi malam
Tak tampak di kala siang
Keindahanmu ternyata semu
Parasmu hanya pancarkan bias
Wajahmu indah ketika menatapmu dari jauh

Pahit tuk mendapatkanmu
Menggapaimu terlalu sulit
Menurunkanmu tentu tak mungkin
Kau hanya mengikuti langkahku
Kau hanya bayangan keindahan kerinduan

Dewi malam,
Bayangan
Keindahan
Semu

Masihkah kau rindukan Bulan???

Sabtu, 15 Februari 2020

Alur Hidup


Alur Hidup


Lahir ke dunia tentunya kita bernyawa,
Teriak lantang tak gentar, memecah ketegangan disekitar,
Mungil, walaupun berlumur darah, semua mengatakan suci,
Bawa apa?
Bisa apa?
Jabatannya BAYI.!
Bertumbuh....
Ingin jadi presiden!
Ingin jadi mentri!
Pengusaha!
Guru!
Kyai!
Ingin jadi gajah... Ingin jadi tirai, lilin.
Kesemuannya mempunyai harapan

Diiring waktu dan kala,  dikata remaja, dewasa, dan kembali bayi lagi?
Tak ada lagi.
Amal baik  miliknya.
Kejahatan, dosanya.
Itu akan dibawa tak kala tutup usia.
Apa kesombonganmu ketika presiden jabatanmu
Apa kesombonganmu ketika mentri jabatanmu
Apa kesombonganmu ketika pengusaha kerjamu
Apa kesombonganmu ketika guru profesimu
Apa kesombonganmu ketika kyai sebutanmu
Apa kesombonganmu ketika kau berubah menjadi hewan gajah terkuat.
Apa kesombonganmu ketika kau berubah menjafi tirai menghalang silau cahaya dunia
Apa kesombonganmu ketika menjelma seperti lilin terangi gelap kehidupan disekitarmu.
Kesemuannya kau pertanggung jawabkan
Tak ada kesombonganmu lagi
ak kala tutup usia.

Kacang Lupa Kulit



Perih  
Ada luka menggores hati
Berdarah perjuangkan kehidupan
Gantikan bapak dalam asuhan kakak

Perih
Luka tertutupi
Terobati adinda dapatkan pasangannya
Luka telapak kaki telah terhenti

Perih
Luka menganga
Mencari obat penawar sembuhkan luka hati
Adinda tersakiti nahkoda tak tahu arah lagi


Tak ada perih lagi,  tak ada luka lagi
Tapi kini Kakanda kau hianati
Lukamu telah sembuh, adinda bisa berlari
Kau tinggalkan kanan kiri
Tak pedulikan dirimu siapa lagi

Lupa kepedihan dulu, sewaktu kau mengadu
Tak henti kakanda berdoa,
Semoga tak jadi kacang lupa kulitnya.




Rabu, 12 Februari 2020

Simpul Mati

Ikatan sakral menjadi simpul sampai mati
Langit bumi menjadi saksi
Terkunci tak bisa lepas lagi
Dua hati saling berjanji

Setegar karang diterjang gelombang
Berdiri tak bergeming hadapi kenyataan
Layar terkembang
Bergegas arungi samudera luas tak berpandang

Berdua lepaskan jangkar
Berdua satukan nahkoda

Purnama  terisi penuh dengan bayangan keemasan
Walau  badai menerjang kan datang
Tetap arungi samudera menuju tepian
Berpasir putih penuh harapan kebahagiaan

Sampai purnama, berganti cerahnya pagi.




Selasa, 11 Februari 2020

MAUT

MAUT

Terbungkus putih rapi suci
Siap menghadap ditanam ke bumi
Berakhir perjalanan semu
Menuju alam abadi
Wangi surga semerbak, lapangkan dada
Busuk panas neraka menyengat sesak terasa didada
Siapkah kita.

Minggu, 09 Februari 2020

Perjalanan

Terlahir dalam suci,
Teriak lantang tak kenal beban
Semua tertawa bahagia,
Saksikan lahir manusia kedunia

Dikumandangkan adzan
Kanan kiri telinga terbuka

Tak berapa lama
Selepas sore menjelang
Teriak meregang melepas nyawa
Semua menangis berduka cita

Disuarakan kumandang adzan
Hanya amal yang kita bawa.

Rumah Tangga






Menerawang jauh kebelakang
terasa sedih tak terelakan
Berusaha kususun tiang dan tangga
Kurajut bersama buah hati kita bersama
Retak itu semakin lebar
Tak mungkin pancang tiang kutegakkan sendiri
Kuupayakan bangun utuh
Kupoles retakan itu
Kenapa malah kau koyak kembali
Tancapkan duri
Tinggalkan nanah
Luka tak bisa terobati
Menjadi remuk dan nyata
Bersabar tak bisa dimaknai lagi
Bila kau sadar
Bila kau paham


Kunantikan!

Sabtu, 01 Februari 2020

JALAN TERBAIK


Berbahagia dan syukur aku dikarunia dua anak yang lahir secara bersamaan, Alhamdulilah tak henti hentinya aku panjatkan itu pada Allah, aku dikaruniai anak kembar perempuan yang cantik, sehat dan lucu. Terlahir dengan normal tanpa sayatan dan goresan pisau bedah untuk memperlancar jalan lahir kedua anak kembarku, sebuah kebanggaan yang tak kan terlukiskan dengan kata-kata, hanya kaum hawa yang pasti bisa merasakaan sakitnya proses melahirkan, dan senyum kebahagiaan tak kala jabang bayi lahir normal dengan selamat.
“Ayahnya mana Bu…” seorang suster bertanya sambil tetap sibuk memandikan dua anak kembarku.
“ Kalau bisa panggil kesini Bu…untuk menyuarakan adzan”. Suster menambahkan ucapannya sambil mengenakan baju bayi kepada kedua bayi kembarku.
Aku  terdiam sejenak , pertanyaan sederhana itu begitu sakit terdengar ditelingaku melebihi proses kontraksi yang kualami sebelum anak kembarku lahir. Sewajarnya suster itu bertanya tentang keberanaan seorang suami yang harusnya selalu siaga disaat istrinya mengandung sampai proses melahirkan.
Tiga bulan terakhir kudengar kabar Andree suamiku katanya sibuk mendapatkan tugas kerja keluar kota dengan Wulan Bos perempuan perusaahan swasta untuk melakukan kunjungan dan lawatan kerja ke berbagai daerah. Aku tak bisa mencegahnya, demi karir suamiku yang mulai merangkak naik karena prestasi kerjanya ku izinkan Adree berangkat menemani Bos nya keluar kota.
“Tantri Mas minta izin ya mau keluar kota.!” Itu pesan WA singkat yang dia sampaikan.
Naluriku sebagai wanita sudah menaruh curiga kepada Andree yang dulu aku kenal sebelumnya bahwa dia selalu mempermainkan hati wanita, perjuangan untuk sampai ke jenjang pernikahan merupakan usaha yang luar biasa hingga sekarang kami bisa menikah.
Dua bulan usia kehamilanku, sudah terlihat bahwa Andree memang bukan tipe lelaki setia, dia melukai perasaanku dia menghianatiku, tapi aku berusaha untuk bersabar demi keutuhan rumah tanggaku yang baru seumur jagung. Tindakan Adree semakin berani dan tak menghormati aku sebagai Istrinya, pernikahan sepertinya dia anggap sesuatu yang biasa saja, pernikahan bukan sesuatu yang sakral dimata Andree. Tanpa sungkan ia memamerkan dan seperti bangga mempunyai perasaan sayang dan cinta kepada perempuan lain yang memang bukan muhrimnya.
“ Kenapa kamu jadi sewot ribut, ikut campur dengan urusanku? Toh Aku lebih menyayangi dia dibanding kamu! Apa yang salah pada diriku, kita bisa hidup seperti ini berkat Wulan?” Andree berkata sinis dan kelihatan sekali ego ingin menang sendiri. “Duh…tak punya perasaan” . Di dalam hati, Aku menangis menjerit sejadi-jadinya, tak terasa air mata menetes begitu saja tanpa kusadari. Aku yang hamil muda, yang harusnya dapat kasih sayang dan perhatian dari seorang suami mengapa diperlakukan seperti sebuah alas kaki kumal yang dinjak-injak sepatu yang penuh dengan kotoran.
“ Kamu kelihatan sedih?” Harusnya kan kamu senang Adree semalam pulang tentu sekarang banyak uangnya ya Tantri? Mamah pinjam dong…nanti mamah ganti pas dapat arisan bulan depan, atau hari minggu ini juga Papah pulang…sedikit kok Cuma dua juta saja, itu katanya si ayang mau beli sepatu baru, gak apa-apa kan? Si Abang juga sekarang kan adikmu juga kan Tantri? Terus kalau boleh sekalian mamah juga mau ganti gelang yang kemarin patah di toko Mas Inten, katanya ada model baru lho!
“Iyah Mamah, silahkan saja mau dipinjam semuanya juga boleh, tapi Andree pulang itu justru menyakiti hati Tantri Mah…Dia semalam bilang ke Tantri bahwa dia lebih mencintai Wulan daripada Tantri”. Dengan berlinang air mata terpaksa aku mengadu pada Mamah mertua ku tentang kelakuan Adree anaknya yang sudah memperlakukanku sewenang-wenang dan tidak sama sekali menghormatiku sebagai seorang istrinya.
“Lho..itu hal wajar Tantri, Andree itu kan anak buahnya Wulan, dan Andree dan kamu bisa seperti ini juga berkat Wulan, sudah lah tidak usah dipikirkan, itu biasa riak dalam rumah tangga itu seperti itu, yang penting kita bisa senang dengan harta yang berkecukupan sekarang ini, karena Wulan sudah banyak membantu kamu dan Andree.”
Ya Allah… aku benar-benar ingin lari dengan kenyataan ini, tak sepantasnya seorang Mamah mertua berbicara seperti itu terhadap seorang mantunya, mendukung sebuah perselingkuhan demi dapatkan harta yang melimpah, mengorbankan anaknya sendiri untuk terjerat dalam permainan api asmara dengan perempuan lain, tanpa memperdulikan anak mantunya yang menahan perih, sakit teriris karena perlakuan anaknya, pantas saja dia rela beberapa kali ditinggal nikah sama Papah hanya demi dapatkan mobil yang setiap kali ada yang baru dia mampu membeli, rumah mewah dengan fasilitas lengkap, setali tiga uang*.
Sepanjang kita masih terus begini
Takkan pernah ada damai bersenandung
Kemesraan antara kita berdua
Sesungguhnya keterpaksaan saja
Senyum dan tawa hanya sekedar saja
Sebagai pelengkap sempurnanya sandiwara
Berawal dari manisnya kasih sayang
Terlanjur kita hanyut dan terbuang….
Kucoba bertahan mendampingin dirimu
Walau kadang kala tak seiring cerita
Kucari dan terus kucari jalan terbaik
Agar tiada penyesalan dan air mata….
Selalu Kusenandungkan lagu lawas yang aku tahu itu dipopulerkan oleh Pance. Pada saat aku jalani hari-hari penuh cemburu, kelabu, berkecamuk dengan desas desus yang memang benar adanya, bulan-bulan penuh amarah, tak ada keharmonisan antara Aku dan suami ku Andree, dilingkung keluarga yang hanya gila materi saja, tanpa peduli ada yang tersakiti, yang penting mereka senang nyaman dengan keasikan kehidupannya masing-masing.
Terbayang wajah kedua orang tuaku yang dulu memang tidak pernah menyetujui pernikahanku dengan Adree, pasti sebuah kepercayaan sudah hilang dimata mereka kepadaku, hatiku seperti dicabik-cabik, karena aku tahu orang tuaku begitu sayang padaku, mereka merelakan aku menikah dengan Andree, padaha mereka juga tahu latar belakang Adree seperti apa?. Mereka mengalah untuk memberi restu pada pernikahan kami, demi anak kesayangannya yang sudah terlanjur menaruh harapan cinta yang begitu besar pada Andree. Maaf ibu…
Sampai mendekati bulan kelahiran jabang bayi yang kukandung dari pernikahanku dengan Andree, kuperiksakan kandunganku pada bidan terdekat yang ada di wilayahku.
“Kondisi Bayi kembarnya bagus bu” Bidan memberikan keterangan hasil diagnosanya pada ku dengan senyum ramah dan membuat hati ini merasa lega.
“Tak perlu banyak pikiran, banyak berdoa untuk kelancaran persalinanya, semakin kita dekat kepadaNya, pasti kita akan selalu dimudahkan dalam berbagai urusan.” Bidan itu menasehati sambil menuliskan aturan meminum vitamin yang dia tulis di kemasan obat berbungkus plastik.”
Kujalani kehidupan ini dengan ditemani gerak gerik bayi di kandungan perutku tanpa belaian kasih sayang seorang Andree suamiku, tak kusenandungkan lagi lagu cengeng yang sering menghibur diriku, perkataan seorang Bidan kandungan yang sekarang ku kerjakan.
Aku banyak berdoa di sepertiga malam, untuk kesehatanku, untuk kesahatan bayiku yang masih ada di kandungan, untuk Andree suamiku, semoga dia segera sadar dari khilafnya yang telah menyakitiku, berharap dia kembali lagi bersamaku, menemaniku memomong anaknya yang sebentar lagi akan lahir kedunia, mengajak bercanda dan bermain sungguh kebahagiaan yang sempurna dalam sebuah keluarga kecil yang selalu kuimpikan.
“Sayang, Ayahmu mu tak ada disini ya Nak” sambil kuelus perutku yang kian membuncit, dan bandanku yang semakin berat untuk melangkah. Kuserahkan kepadaNya ini adalah yang terbaik semakin kuingat Andree suamiku semakin membuatku haru, sedih dan berkecamuk marah dendam dan kesabaranku yang sedang diuji, setiap kusenandungkan doa buat ayahnya bayi kembar di dalam perutku , selalu bergerak dan menendang, Ya Allah….semakin sakit hati ini.
“Nah….ini Ayah nya datang…..” Suster setengah berteriak menyambut kedatangan sosok laki laki yang tiba-taba muncul diruangan tempatku bersalin, sampai memudarkan lamunanku.
Dengan sigap sosok laki-laki itu menyuarakan suara azan ketelingan kedua bayi mungilku..
Sedangkan aku tak tahan menahan isak tangis penuh kebahagian, penuh rasa malu, penuh rasa haru, dan ku tak sanggup menatap wajah lelaki itu, kupalingkan mukaku menghadap didinding kamar ruang bersalin sambil berlinang air mata dan isak tangis.
Bibirku tak sadar berucap sambil bergetar penuh rasa takut “Maafkan Aku Bapak…, Cucu mu lahir tanpa ditemani Ayahnya.” Ini mungkin jalan terbaik.