Sabtu, 15 Februari 2020

Alur Hidup


Alur Hidup


Lahir ke dunia tentunya kita bernyawa,
Teriak lantang tak gentar, memecah ketegangan disekitar,
Mungil, walaupun berlumur darah, semua mengatakan suci,
Bawa apa?
Bisa apa?
Jabatannya BAYI.!
Bertumbuh....
Ingin jadi presiden!
Ingin jadi mentri!
Pengusaha!
Guru!
Kyai!
Ingin jadi gajah... Ingin jadi tirai, lilin.
Kesemuannya mempunyai harapan

Diiring waktu dan kala,  dikata remaja, dewasa, dan kembali bayi lagi?
Tak ada lagi.
Amal baik  miliknya.
Kejahatan, dosanya.
Itu akan dibawa tak kala tutup usia.
Apa kesombonganmu ketika presiden jabatanmu
Apa kesombonganmu ketika mentri jabatanmu
Apa kesombonganmu ketika pengusaha kerjamu
Apa kesombonganmu ketika guru profesimu
Apa kesombonganmu ketika kyai sebutanmu
Apa kesombonganmu ketika kau berubah menjadi hewan gajah terkuat.
Apa kesombonganmu ketika kau berubah menjafi tirai menghalang silau cahaya dunia
Apa kesombonganmu ketika menjelma seperti lilin terangi gelap kehidupan disekitarmu.
Kesemuannya kau pertanggung jawabkan
Tak ada kesombonganmu lagi
ak kala tutup usia.

Kacang Lupa Kulit



Perih  
Ada luka menggores hati
Berdarah perjuangkan kehidupan
Gantikan bapak dalam asuhan kakak

Perih
Luka tertutupi
Terobati adinda dapatkan pasangannya
Luka telapak kaki telah terhenti

Perih
Luka menganga
Mencari obat penawar sembuhkan luka hati
Adinda tersakiti nahkoda tak tahu arah lagi


Tak ada perih lagi,  tak ada luka lagi
Tapi kini Kakanda kau hianati
Lukamu telah sembuh, adinda bisa berlari
Kau tinggalkan kanan kiri
Tak pedulikan dirimu siapa lagi

Lupa kepedihan dulu, sewaktu kau mengadu
Tak henti kakanda berdoa,
Semoga tak jadi kacang lupa kulitnya.




Rabu, 12 Februari 2020

Simpul Mati

Ikatan sakral menjadi simpul sampai mati
Langit bumi menjadi saksi
Terkunci tak bisa lepas lagi
Dua hati saling berjanji

Setegar karang diterjang gelombang
Berdiri tak bergeming hadapi kenyataan
Layar terkembang
Bergegas arungi samudera luas tak berpandang

Berdua lepaskan jangkar
Berdua satukan nahkoda

Purnama  terisi penuh dengan bayangan keemasan
Walau  badai menerjang kan datang
Tetap arungi samudera menuju tepian
Berpasir putih penuh harapan kebahagiaan

Sampai purnama, berganti cerahnya pagi.




Selasa, 11 Februari 2020

MAUT

MAUT

Terbungkus putih rapi suci
Siap menghadap ditanam ke bumi
Berakhir perjalanan semu
Menuju alam abadi
Wangi surga semerbak, lapangkan dada
Busuk panas neraka menyengat sesak terasa didada
Siapkah kita.

Minggu, 09 Februari 2020

Perjalanan

Terlahir dalam suci,
Teriak lantang tak kenal beban
Semua tertawa bahagia,
Saksikan lahir manusia kedunia

Dikumandangkan adzan
Kanan kiri telinga terbuka

Tak berapa lama
Selepas sore menjelang
Teriak meregang melepas nyawa
Semua menangis berduka cita

Disuarakan kumandang adzan
Hanya amal yang kita bawa.

Rumah Tangga






Menerawang jauh kebelakang
terasa sedih tak terelakan
Berusaha kususun tiang dan tangga
Kurajut bersama buah hati kita bersama
Retak itu semakin lebar
Tak mungkin pancang tiang kutegakkan sendiri
Kuupayakan bangun utuh
Kupoles retakan itu
Kenapa malah kau koyak kembali
Tancapkan duri
Tinggalkan nanah
Luka tak bisa terobati
Menjadi remuk dan nyata
Bersabar tak bisa dimaknai lagi
Bila kau sadar
Bila kau paham


Kunantikan!

Sabtu, 01 Februari 2020

JALAN TERBAIK


Berbahagia dan syukur aku dikarunia dua anak yang lahir secara bersamaan, Alhamdulilah tak henti hentinya aku panjatkan itu pada Allah, aku dikaruniai anak kembar perempuan yang cantik, sehat dan lucu. Terlahir dengan normal tanpa sayatan dan goresan pisau bedah untuk memperlancar jalan lahir kedua anak kembarku, sebuah kebanggaan yang tak kan terlukiskan dengan kata-kata, hanya kaum hawa yang pasti bisa merasakaan sakitnya proses melahirkan, dan senyum kebahagiaan tak kala jabang bayi lahir normal dengan selamat.
“Ayahnya mana Bu…” seorang suster bertanya sambil tetap sibuk memandikan dua anak kembarku.
“ Kalau bisa panggil kesini Bu…untuk menyuarakan adzan”. Suster menambahkan ucapannya sambil mengenakan baju bayi kepada kedua bayi kembarku.
Aku  terdiam sejenak , pertanyaan sederhana itu begitu sakit terdengar ditelingaku melebihi proses kontraksi yang kualami sebelum anak kembarku lahir. Sewajarnya suster itu bertanya tentang keberanaan seorang suami yang harusnya selalu siaga disaat istrinya mengandung sampai proses melahirkan.
Tiga bulan terakhir kudengar kabar Andree suamiku katanya sibuk mendapatkan tugas kerja keluar kota dengan Wulan Bos perempuan perusaahan swasta untuk melakukan kunjungan dan lawatan kerja ke berbagai daerah. Aku tak bisa mencegahnya, demi karir suamiku yang mulai merangkak naik karena prestasi kerjanya ku izinkan Adree berangkat menemani Bos nya keluar kota.
“Tantri Mas minta izin ya mau keluar kota.!” Itu pesan WA singkat yang dia sampaikan.
Naluriku sebagai wanita sudah menaruh curiga kepada Andree yang dulu aku kenal sebelumnya bahwa dia selalu mempermainkan hati wanita, perjuangan untuk sampai ke jenjang pernikahan merupakan usaha yang luar biasa hingga sekarang kami bisa menikah.
Dua bulan usia kehamilanku, sudah terlihat bahwa Andree memang bukan tipe lelaki setia, dia melukai perasaanku dia menghianatiku, tapi aku berusaha untuk bersabar demi keutuhan rumah tanggaku yang baru seumur jagung. Tindakan Adree semakin berani dan tak menghormati aku sebagai Istrinya, pernikahan sepertinya dia anggap sesuatu yang biasa saja, pernikahan bukan sesuatu yang sakral dimata Andree. Tanpa sungkan ia memamerkan dan seperti bangga mempunyai perasaan sayang dan cinta kepada perempuan lain yang memang bukan muhrimnya.
“ Kenapa kamu jadi sewot ribut, ikut campur dengan urusanku? Toh Aku lebih menyayangi dia dibanding kamu! Apa yang salah pada diriku, kita bisa hidup seperti ini berkat Wulan?” Andree berkata sinis dan kelihatan sekali ego ingin menang sendiri. “Duh…tak punya perasaan” . Di dalam hati, Aku menangis menjerit sejadi-jadinya, tak terasa air mata menetes begitu saja tanpa kusadari. Aku yang hamil muda, yang harusnya dapat kasih sayang dan perhatian dari seorang suami mengapa diperlakukan seperti sebuah alas kaki kumal yang dinjak-injak sepatu yang penuh dengan kotoran.
“ Kamu kelihatan sedih?” Harusnya kan kamu senang Adree semalam pulang tentu sekarang banyak uangnya ya Tantri? Mamah pinjam dong…nanti mamah ganti pas dapat arisan bulan depan, atau hari minggu ini juga Papah pulang…sedikit kok Cuma dua juta saja, itu katanya si ayang mau beli sepatu baru, gak apa-apa kan? Si Abang juga sekarang kan adikmu juga kan Tantri? Terus kalau boleh sekalian mamah juga mau ganti gelang yang kemarin patah di toko Mas Inten, katanya ada model baru lho!
“Iyah Mamah, silahkan saja mau dipinjam semuanya juga boleh, tapi Andree pulang itu justru menyakiti hati Tantri Mah…Dia semalam bilang ke Tantri bahwa dia lebih mencintai Wulan daripada Tantri”. Dengan berlinang air mata terpaksa aku mengadu pada Mamah mertua ku tentang kelakuan Adree anaknya yang sudah memperlakukanku sewenang-wenang dan tidak sama sekali menghormatiku sebagai seorang istrinya.
“Lho..itu hal wajar Tantri, Andree itu kan anak buahnya Wulan, dan Andree dan kamu bisa seperti ini juga berkat Wulan, sudah lah tidak usah dipikirkan, itu biasa riak dalam rumah tangga itu seperti itu, yang penting kita bisa senang dengan harta yang berkecukupan sekarang ini, karena Wulan sudah banyak membantu kamu dan Andree.”
Ya Allah… aku benar-benar ingin lari dengan kenyataan ini, tak sepantasnya seorang Mamah mertua berbicara seperti itu terhadap seorang mantunya, mendukung sebuah perselingkuhan demi dapatkan harta yang melimpah, mengorbankan anaknya sendiri untuk terjerat dalam permainan api asmara dengan perempuan lain, tanpa memperdulikan anak mantunya yang menahan perih, sakit teriris karena perlakuan anaknya, pantas saja dia rela beberapa kali ditinggal nikah sama Papah hanya demi dapatkan mobil yang setiap kali ada yang baru dia mampu membeli, rumah mewah dengan fasilitas lengkap, setali tiga uang*.
Sepanjang kita masih terus begini
Takkan pernah ada damai bersenandung
Kemesraan antara kita berdua
Sesungguhnya keterpaksaan saja
Senyum dan tawa hanya sekedar saja
Sebagai pelengkap sempurnanya sandiwara
Berawal dari manisnya kasih sayang
Terlanjur kita hanyut dan terbuang….
Kucoba bertahan mendampingin dirimu
Walau kadang kala tak seiring cerita
Kucari dan terus kucari jalan terbaik
Agar tiada penyesalan dan air mata….
Selalu Kusenandungkan lagu lawas yang aku tahu itu dipopulerkan oleh Pance. Pada saat aku jalani hari-hari penuh cemburu, kelabu, berkecamuk dengan desas desus yang memang benar adanya, bulan-bulan penuh amarah, tak ada keharmonisan antara Aku dan suami ku Andree, dilingkung keluarga yang hanya gila materi saja, tanpa peduli ada yang tersakiti, yang penting mereka senang nyaman dengan keasikan kehidupannya masing-masing.
Terbayang wajah kedua orang tuaku yang dulu memang tidak pernah menyetujui pernikahanku dengan Adree, pasti sebuah kepercayaan sudah hilang dimata mereka kepadaku, hatiku seperti dicabik-cabik, karena aku tahu orang tuaku begitu sayang padaku, mereka merelakan aku menikah dengan Andree, padaha mereka juga tahu latar belakang Adree seperti apa?. Mereka mengalah untuk memberi restu pada pernikahan kami, demi anak kesayangannya yang sudah terlanjur menaruh harapan cinta yang begitu besar pada Andree. Maaf ibu…
Sampai mendekati bulan kelahiran jabang bayi yang kukandung dari pernikahanku dengan Andree, kuperiksakan kandunganku pada bidan terdekat yang ada di wilayahku.
“Kondisi Bayi kembarnya bagus bu” Bidan memberikan keterangan hasil diagnosanya pada ku dengan senyum ramah dan membuat hati ini merasa lega.
“Tak perlu banyak pikiran, banyak berdoa untuk kelancaran persalinanya, semakin kita dekat kepadaNya, pasti kita akan selalu dimudahkan dalam berbagai urusan.” Bidan itu menasehati sambil menuliskan aturan meminum vitamin yang dia tulis di kemasan obat berbungkus plastik.”
Kujalani kehidupan ini dengan ditemani gerak gerik bayi di kandungan perutku tanpa belaian kasih sayang seorang Andree suamiku, tak kusenandungkan lagi lagu cengeng yang sering menghibur diriku, perkataan seorang Bidan kandungan yang sekarang ku kerjakan.
Aku banyak berdoa di sepertiga malam, untuk kesehatanku, untuk kesahatan bayiku yang masih ada di kandungan, untuk Andree suamiku, semoga dia segera sadar dari khilafnya yang telah menyakitiku, berharap dia kembali lagi bersamaku, menemaniku memomong anaknya yang sebentar lagi akan lahir kedunia, mengajak bercanda dan bermain sungguh kebahagiaan yang sempurna dalam sebuah keluarga kecil yang selalu kuimpikan.
“Sayang, Ayahmu mu tak ada disini ya Nak” sambil kuelus perutku yang kian membuncit, dan bandanku yang semakin berat untuk melangkah. Kuserahkan kepadaNya ini adalah yang terbaik semakin kuingat Andree suamiku semakin membuatku haru, sedih dan berkecamuk marah dendam dan kesabaranku yang sedang diuji, setiap kusenandungkan doa buat ayahnya bayi kembar di dalam perutku , selalu bergerak dan menendang, Ya Allah….semakin sakit hati ini.
“Nah….ini Ayah nya datang…..” Suster setengah berteriak menyambut kedatangan sosok laki laki yang tiba-taba muncul diruangan tempatku bersalin, sampai memudarkan lamunanku.
Dengan sigap sosok laki-laki itu menyuarakan suara azan ketelingan kedua bayi mungilku..
Sedangkan aku tak tahan menahan isak tangis penuh kebahagian, penuh rasa malu, penuh rasa haru, dan ku tak sanggup menatap wajah lelaki itu, kupalingkan mukaku menghadap didinding kamar ruang bersalin sambil berlinang air mata dan isak tangis.
Bibirku tak sadar berucap sambil bergetar penuh rasa takut “Maafkan Aku Bapak…, Cucu mu lahir tanpa ditemani Ayahnya.” Ini mungkin jalan terbaik.