Pengertian Cerpen
Cerpen adalah cerita
pendek, jenis karya sastra yang memaparkan kisah ataupun cerita tentang manusia
beserta seluk beluknya lewat tulisan pendek. Atau definisi cerpen yang lainnya
yaitu merupakan karangan fiktif yang isinya sebagian kehidupan seseorang atau
juga kehidupan yang diceritakan secara ringkas yang berfokus pada suatu tokoh
sja. Maksud dari cerita pendek disini ialah ceritanya kurang dari 10.000
(sepuluh ribu) kata atau kurang dari 10 (sepuluh) halaman. Selain itu, cerpen
hanya memberikan kesan tunggal yang demikian dan memusatkan diri pada satu
tokoh dan satu situasi saja.
Ciri-Ciri Cerpen
1.
Jalan
ceritanya lebih pendek dari novel
2.
Sebuah
cerpen memiliki umlah kata yang tidak lebih dari 10.000 (10 ribu) kata
3.
Biasanya isi
cerita cerpen berasal dari kehidupan sehari-hari
4.
Tidak
menggambarkan semua kisah para tokohnya, hal ini karena dalam cerpen yang
digambarkan hanyalah inti sarinya saja.
5.
Tokoh dalam
cerpen digambarkan mengalami masalah atau suatu konflik hingga pada tahap
penyelesainnya.
6.
Pemakaian
kata yang sederhana serta ekonomis dan mudah dikenal pembaca.
7.
Kesan yang
ditinggalkan dari cerpen tersebut sangat mendalam sehingga pembaca dapat ikut
merasakan kisah dari cerita tersebut.
8.
Biasanya
hanya 1 kejadian saja yang diceritakan.
9.
Memiliki
alur cerita tunggal dan lurus.
10. Penokohan pada cerpen sangatlah sederhana, tidak
mendalam serta singkat
Struktur cerpen
Struktur teks cerpen dintaranya
ada 6 (enam) bagian yaitu:
- Abstrak – merupakan ringkasan
ataupun inti dari cerita yang akan dikembangkan menjadi
rangkaian-rangkaian peristiwa atau bisa juga gambaran awal dalam cerita.
Abstrak bersifat opsional yang artinya sebuah teks cerpen boleh tidak
memakai abstrak.
- Orientasi – adalah yang berkaitan
dengan waktu, suasana, maupun tempat yang berkaitan dengan cerpen
tersebut.
- Komplikasi – Ini berisi urutan
kejadian-kejadian yang dihubungkan secara sebab dan akibat, pada struktur
ini kamu bisa mendapatkan karakter ataupun watak dari tokoh cerita sebab
kerumitan mulai bermunculan.
- Evaluasi – Yaitu struktur konflik
yang terjadi yang mengarah pada klimaks mulai mendapatkan penyelesainya
dari konflik tersebut.
- Resolusi – Pada struktur bagian
ini si pengarang mengungkapkan solusi yang dialami tokoh atau pelaku.
- Koda – Ini merupakan nilai ataupun
pelajaran yang dapat diambil dari suatu teks ceriita oleh pembacan
Ciri-ciri Prosa Baru :
a.
Tertulis.
b.
Masyarakat sentris”cerita diambil dari
kehidupan masyarakat sekitar”.
c.
Dipengaruhi pengarangnya.
d.
Dipengaruhi sastra barat.
e.
Bentuk ronam,cerpen,drama
Cara mengapresiasi karya sastra
Sebelum kita melakukan
apresiasi kita harus memilih karya sastra seperti drama, film dll. Kesukaan ini
akan melangkah pada upaya seorang untuk mengetahuai lebih dalam karya yang
dipilih. Karya sastra dapat di gemari dan di sukai karya tersebut dapat memberi
kesan tersendiri yang menimbulkan empati bagi penggemar. Proses penciptaan
karya sastra meliputi :
a.
Upaya mengexplorasi jiwa pengarang yang mewujudkan ke dalam
bentuk bahasa yang akan di jumpai kepada orang lain.
b.
Upaya menjadikan sastra media komunikasi antara pengarang dan
peminta sastra.
c.
Upaya menjadikan sastra sebagai alat penghibur dalam arti
merupakan alat pemuas hati peminat sastra.
d.
Upaya menjadikan isi sastra merupakan sau bentuk expresi yang
mendalam dari pengarang terhadap unsur-unsur kehidupan.
Langkah-langkah mengapresiasi sastra secara
umum yaitu:
1.
menginterprestasi atau melakukan penafsiran terhadap kerya
sastra berdasarkan sifat-sifat karya
tersebut.
2.
Menganalisi atau mengurangi unsur-unsur karya sastra ter sebu,
baik unsur intrinsik maupun ekstrinsik.
3.
Menikmati atau merasakan karya satra berdasarkat pemahaman untuk
mendapatkan pernyataan.
4.
Mengevaluasi atau menila karya satra dalam rangka mengukur
kualiatas karya tersebut.
5. Memberikan penghargaan
kepada karya satra berdasarkan tingkat kualitas
Apresiasi
Prosa
Secara leksikal, Appreciation ‘
apresiasi ‘ mengacu pada pengertian pemahaman
dan pengenalan yang tepat,
pertimbangan,penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian. ( Hornby,1973
). Apresiasi sastra ialah kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh –
sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan
kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. ( Effendi,1973 ). Dengan
kata lain apresiasi sastra adalah upaya memahami karya sastra, yaitu upaya
bagaimanakah caranya untuk dapat mengerti sebuah karya sastra yang kita baca
baik fiksi maupun puisi, mengerti maknanya, baik yang intensional maupun yang
faktual, dan mengerti seluk beluk strukturnya. Pendek kata apresiasi sastra itu
merupakan upaya merebut makna karya sastra sebagai tugas utama seorang pembaca.
Untuk dapat memahami struktur
karya sastra dan dapat merebut makna dengan setepat – tepatnya,seorang pembaca
perlu mengerti bagian – bagian atau elemen – elemen karya sastra. Karena, karya
sastra merupakan sebuah struktur yang rumit. Sebagai sebuah struktur, karya
sastra mengandung gagasan keseluruhan, gagasan tranformasional, dan gagasan
kaidah yang mandiri. Oleh karena itu, untuk mengerti karya sastra diperlukan analisis
terhadap bagian – bagian struktur tersebut. Dengan demikian, nyatalah bahwa
apresiasi sastra merupakan satu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan kritik sastra. Bahkan, dapat dikatakan bahwa apresiasi sastra
merupakan salah satu jenis kritik sastra terapan.
Kegiatan – kegiatan atau langkah
– langkah yang dapat dilakukan untuk memahami karya sastra paling tidak
meliputi 3 hal yaitu : Interpretasi, Analisis atau
Penguraian, dan Evaluasi atau Penilaian.
Penafsiran
Penafsiran adalah upaya memahami karya sastra dengan
memberikan tafsiran berdasarkan sifat – sifat karya sastra itu sendiri. Dalam
hubungan ini, Abrams-1981 membedakan tafsiran menjadi dua hal, yakni dalam
artinya yang sempit, penafsiran merupakan upaya untuk memperjelas arti bahasa
dengan sarana analisis, parafrase dan komentar. Lazimnya penafsiran difokuskan
pada kegelapan, ambiguitas, parafrase, dan komentar. Dalam arti luas,
penafsiran atau menafsirkan ialah membuat jelas arti karya sastra yang
bermediakan bahasa yaitu meliputi penjelasan aspek – aspek seperti jenis
karya,unsur – unsur,struktur,tema dan efek – efeknya.
Analisis
Analisis merupakan penguraian karya sastra atas bagian
– bagian atau norma –
normanya. Secara lebih khusus, analisis karya sastra
dibedakan menjadi analisis fiksi dan anlisis puisi. Analisis fiksi meliputi
analisis terhadap semua elemen pembangun fiksi itu, yang mencakup fakta cerita,
sarana cerita, dan tema. Fakta cerita meliputi plot, tokoh, dan latar. Sarana
cerita meliputi hal – hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan
menata detil – detil cerita sehingga tercipta pola yang bermakna, seperti unsur
judul,sudut pandang, gaya dan nada,dan sebagainya.
Penafsiran dan analisis memungkinkan pembaca untuk
memberikan penilaian kepada karya sastra secara tepat sesuai dengan
hakikatnya. Hakikat karya sastra adalah karya imajinatif yang bermediakan
bahasa dan mempunyai unsur estetik yang dominan.
Penilaian
Penilaian adalah usaha menentukan kadar keberhasilan
atau keindahan suatu karya sastra. Dengan adanya penilaian dimungkinkan untuk
membuat pemilihan antar karya sastra yang baik dan yang jelek, yang berhasil
dan yang gagl, yang bermutu tinggi,rendah, dan sedang. Jika penilaian dapat
dilakukan sebaik – baiknya, penghargaan kepada sebuah karya sastrapun dapat
dilakukan secara wajar dan sepantasnya. Untuk itu diperlukan suatu kriteria,
yakni kriteria keindahan atau keberhasilab suatu karya sastra.
Contoh Apresiasi Prosa
BUNDA
(sinopsis)
Gio tinggal bersama ayah dan tante Marcia
yang tidak disukainya. Gio tidak pernah menganggap tante Marcia itu ada, dan
selama setahun lebih tinggal bersama Gio tidak pernah memanggil
tante Marcia dengan sebutan “Ibu atau Bunda”. Padahal tante Marcia sangat
sayang, sabar, lemah lembut, dan selalu bersikap baik kepada Gio dan ayahnya.
Tante Marcia tidak pernah membalas perilaku Gio tersebut, malah selalu
memberikan senyuman manis untuk Gio.
Sampai pada akhirnya Gio kecelakaan dan
pingsan akibat tidak berhati-hati dalam mengendarai sepeda motor. Tante Marcia
dan Desty yang setia menunggui Gio. Setelah Gio siuman, Desty mencoba untuk
menasehati dan memberi pengertian kepada Gio agar Gio segera sadar atas
sikapnya selama ini terhadap tante Marcia dan bersedia meminta maaf. Setelah
Desty mencoba berulang kali untuk meyakinkan Gio, akhirnya Gio sadar (menyadari
sikap buruknya selama ini), dan bersedia meminta maaf, serta bersedia memanggil
tante Marcia denga sebutan “Bunda”.
1. TEMA
Merupakan sikap atau pandangan terhadap
masalah. Pengarang yang sedang menulis cerita pasti akan menuangkan gagasannya.
Tanpa gagasan pasti dia tidak bisa menulis cerita. Gagasan yang mendasari
cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan berupa pokok
pembahasan. Tema terdiri dari dua macam, yaitu tema mayor dan tema minor.
Tema mayor adalah tema yang dominan dalam cerita, sedangkan tema minor adalah
tema tambahan untuk melukiskan tema mayor. Tema mayor melekat pada tokoh utama,
sedangkan tema minor melekat pada tokoh tambahan. Menurut Mursal Esten
(1984:92) dalam melukiskan tema mayor suatu cerita ada beberapa cara yaitu
melihat persoalan yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan, melihat
persoalan yang paling banyak menimbulkan konflik.
a. Tema Mayor pada cerpen
“Bunda”, yaitu: kesabaran seorang ibu tiri untuk menghadapi sikap buruk anak
tirinya. Hal ini dapatdilihat pada cuplikan cerpen berikut:
Tante Marcia yang berada disamping ayah
terlihat cemas, seakan-akan beliau tidak ingin terjadi pertengkaran antar aku
dan ayah hanya karena sikapku terhadapnya
Kemudian pada cuplikan lain ditegaskan
kembali, yaitu:
Selama ini pintu hatiku tak pernah terbuka
untuk tante Marcia, orang yang selalu berusaha memperhatikanku walaupun aku tak
pernah menghiraukannya. Sampai-sampai tak pernah kurasakan kebaikan darinya,
padahal di setiap waktu beliau selalu mempersembahkan semua kebaikan tulusnya
kepadaku.
Persoalannya terletak pada tante Marcia
(ibu tiri) yang dinikahi oleh duda beranak satu, anaknya tersebut bernama Gio,
setahun yang lalu Gio ditinggal wafat oleh ibu kandungnya, Gio merasa
kehilangan dan sedih, dia tidak suka dengan tante Marcia, padahal tante Marcia
adalah sosok wanita yang baik dan penyayang, tidak tahu mengapa Gio sangat
membencinya. Terlihat pada penyataan Gio berikut:
Sebenarnya tante Marcia sangat baik
kepadaku dan ayahku. Tapi tidak tahu setan apa yang merasuki hatiku sehingga
aku begitu membencinya.
Maka dari itu Gio selalu bersikap buruk
kepada tante Marcia, berkata kasar, tidak memperhatikan pada saat diajak
berbicara, tetapi tante Marcia tetap bersabar dan memberikan senyum khasnya
kepada Gio. Terlihat pada dialog yang dilakukan oleh Gio dan tante Marcia
berikut:
Tante Marcia tersenyum manis. “Buku kamu
sudah tante letakkan di rak bukumu,” ujarnya lirih
“Kalau pulang jangan larut malam,” tutur
tante Marcia
“Suka-suka aku mau pulang kapan.”
b. Tema minor pada cerpen
“Bunda”, yaitu: keegoisan. Terlihat pada sikap-sikap Gio terhadap tante Marcia,
salah satunya sebagai berikut:
Setahun setelah ibuku meninggal, ayah
menikah untuk yang kedua kalinya, yaitu dengan tante Marcia. Dan selama lebih
dari dua belas bulan ini aku tinggal bersama ibu tiri yang tidak aku suka. Aku
tidak pernah memanggilnya dengan sebutan ibu, padahal ayah sudah melatihku
untuk memanggil tante Marcia dengan panggilan yang indah itu.
Gio yang tidak suka dengan tante Marcia
membuat semua kebaikan tante Marcia tidak terlihat oleh Gio, Gio selalu
bersikap buruk, tetapi tante Marcia tidak pernah benci ataupun berusaha untuk
membalas perilaku Gio tersebut. Tante Marcia tetap perhatian kepada Gio. Terlihat
pada penuturan Desty berikut:
“Gio, tante Marcia orang yang sangat
baik,” jawab Desty. Tadi tante Marcia pingsan ketika melihat kamu dibawa ke
rumah sakit dengan berlumuran darah. Setelah siuman nggak henti-hentinya tante
Marcia menangisi kamu Gio,” sambungnya sambil tangannya masih menggenggam
tanganku
2. Penokohan
Tokoh Aku (Gio)
Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen
ini, yaitu sebagai tokoh antagonis yang diperankan oleh Gio. Dari Gio kita bisa
membaca kisah seorang ibu tiri yang selalu sabar menghadapi sikap dan perilaku
anak tiri (Gio =>> tokoh aku). Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai
orang yang cuek, pemarah, penuh rasa benci, tetapi sebenarnya juga baik hati
dan penyayang.
“Sampai kapan pun aku nggak akan memanggil
tante dengan sebutan “Ibu.” Dengan suara yang cukup nyaring aku
berkata kepada tante Marcia. Sampai-sampai beliau terkejut.
Sebenarnya tante Marcia sangat baik
kepadaku dan ayahku. Tapi tidak tahu setan apa yang merasuki hatiku sehingga
aku begitu membencinya.
“Suka-suka aku mau pulang kapan.”
Ketika Desty ke rumahku dulu, dia aku
kenalkan dengan tante Marcia. Walaupun aku tidak menyukai tante Marcia tapi aku
juga ingin tante Marcia tahu bahwa aku memiliki bidadari cantik yang mampu
meleburkan hatiku dan mampu mengusir kepenatanku jika bersamanya.
Namun sayang, ibu, orang yang paling aku
sayang di dunia ini telah pergi meninggalkanku dan ayah.
“Pasti,” jawabku mantab. Kali ini aku
lebih bersemangat saat mendengar kata ibu dari mulut Desty.
Gio benci dan selalu berkata kasar saat
berbicara dengan tante Marcia. Karena Gio tidak pernah menginginkan tante
Marcia, Gio sangat menyayangi ibu kandungnya.
Tante Marcia
Tokoh ini merupakan tokoh protagonis,
tokoh yang dibenci oleh tokoh aku (Gio), yaitu tante Marcia, beliau adalah ibu
tiri dari Gio. Padahal sebenarnya Tante Marcia adalah sosok wanita yang baik
hati, sabar, murah senyum, penyayang, dan perhatian. Seperti dalam
penuturan-penuturannya saat menghadapi Gio berikut:
Tante Marcia tersenyum manis. “Buku kamu
sudah tante letakkan di rak bukumu,” ujarnya lirih
“Kalau pulang jangan larut malam,” tutur
tante Marcia
“Hari ini ayah ada tugas ke luar kota,
mungkin akan pulang besok lusa dan selama ayah pergi kamu adalah tanggung jawab
tante.”
“Gio, dari tadi siang kamu belum makan
kan? Tante belikan makanan dulu ya,” ujar tante Marcia
“Ayo makan Gio,” ujar tante Marcia sambil
membuka sebungkus nasi yang baru dibelinya. “Tante suapin ya,” tawarnya
Tante Marcia tetap bersiakp baik terhadap
Gio, padahal Gio suka bersikap buruk kepadanya.
Tokoh Ayah
Tokoh ini mempunyai watak baik hati,
bijaksana, dan suka bekerja keras. Dalam cerpen ini, ayah berperan sebagai
tokoh figuran. Dapat dilihat dari dialog ayah dengan Gio dan penuturan dari
tokoh lain berikut:
“Gio.” Hadang ayah. Ternyata ayah telah
mendengar semua kalimat yang aku lontarkan kepada tante Marcia
“Ayo, minta maaf sama ibu,” perintah ayah
Hari ini ayah dinas ke luar kota dan akan
pulang besok lusa, itu artinya selama tiga hari di rumah hanya ada aku dan
tante Marcia. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kepenatanku.
Ayah Gio adalah orang yang bijaksana,
setelah beliau tahu bahwa Gio telah bersikap kurang sopan terhadap tante
Marcia, ayah menyuruh Gio untuk meminta maaf. Ayah juga seseorang yang rajin
bekerja, buktinya, beliau sampai berhari-hari ke luar kota untuk melaksanakan
tugas dinasnya.
Tokoh Desty
Tokoh ini merupakan tokoh yang juga
berpengaruh dalam menyadarkan sikap Gio. Desty adalah pacar Gio yang mempunyai
watak baik hati, dewasa, dan penuh perhatian terhadap sikap Gio yang kurang
baik kepada tante Marcia. Desty berperan sebagai tokoh tritagonis. Dapat
dilihat dari penuturannya dan penuturan dari tokoh lain berikut:
...bahwa aku memiliki bidadari cantik yang
mampu meleburkan hatiku dan mampu mengusir kepenatanku jika bersamanya...
Desty tertawa kecil sambil mengacak-ngacak
rambutku. “Kamu lucu Gio, tante Marcia adalah orang yang baik tapi kenapa kamu
mengatakan beliau menyebalkan. Kamu nggak boleh begitu Gio. Selama tante Marcia
nggak pernah memukulmu, kamu nggak boleh benci dengannya,” tutur Desty dengan
suaranya yang mirip Shiren Sungkar
“Apa yang kamu rasakan sekarang?” tanya
Desty sambil meraih tanganku. Digenggamnya tangan kiriku itu dalam telapak
tangan mungilnya.
Gio sangat mengagumi sosok Desty yaitu
dengan mengumpamakan Desty sebagai “bidadari” dan saat Desty memberi perhatian
serta pengertian kepada Gio agar Gio sadar akan sikapnya terhadap tante Marcia.
3.
Perwatakan
Pada cerpen “Bunda” ini, tokoh utama,
yaitu Gio mempunyai watak bulat, awalnya Gio adalah orang yang baik karena
sebenarnya Gio memang orang yang baik tetapi setelah ibu kandungnya meninggal
dan ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita yang bernama tante Marcia, Gio
berubah menjadi orang yang cuek dan tidak bisa menghargai orang tua. Seperti
yang digambarkan oleh pengarang melalui penuturan dan isi hati Gio berikut:
Sikap buruk Gio:
“Sampai kapan pun aku nggak akan memanggil
tante dengan sebutan “Ibu.” Dengan suara yang cukup nyaring aku
berkata kepada tante Marcia. Sampai-sampai beliau terkejut.
“Suka-suka aku mau pulang kapan.”
“Tante, lihat bukuku yang bersampul ungu
nggak?,” tanyaku pada tante Marcia saat tiba di ruang keluarga tersebut. Aku
mengobrak-abrik majalah yang telah dibreskan tante Marcia
Gio berubah menjadi baik:
Begitu berarti kalimat-kalimat Desty
bagiku. Selama ini pintu hatiku tak pernah terbuka untuk tante Marcia, orang
yang selalu berusaha memperhatikanku walaupun aku tak pernah menghiraukannya.
Sampai-sampai tak pernah kurasakan kebaikan darinya, padahal di setiap waktu
beliau selalu mempersembahkan semua kebaikan tulusnya kepadaku.
Air mata tante Marcia menetes lagi. Beliau
sangat terharu. Seraya beliau mendekapku ke dalam pelukan hangatnya. Selama ini
takku rasakan pelukan hangat dari seorang ibu. Rindu rasanya dengan kasih
sayang dari seorang ibu. Sekaranglah aku dapat merasakannya kembali.
“Mulai sekarang aku akan memanggil tante
Marcia dengan sebutan Bunda,” kataku dengan senyuman bahagia
Gio bersikap buruk kepada tante Marcia
kerena Gio tidak suka dengan tante Marcia (ibu tiri), Gio masih sangat sayang
kepada ibu kandungnya yang sudah meninggal itu tetapi seiring berjalanya waktu
Gio yang semula jahat, tidak bisa menghargai tante Marcia, kini telah berubah
menjadi orang yang baik, menyadari sikap buruknya terhadap tante Marcia.
4.
Plot (alur) cerita
Plot cerita berbeda dengan jalan cerita.
Plot merupakan jalinan atau rangkaian, atau untaian peristiwa sebab-akibat yang
terdapat dalam jalan cerita. Sedangkan jalan cerita mengacu pada pengertian
arah gerak cerita dari a-z. Plot secara garis besar terbagi menjadi
tiga bagian, yakni awal (perkenalan), tengah (konflik), dan akhir
(penyelesaian). Jika kamu membuat cerpen, sebaiknya menggunakan tiga
bagian tersebut agar tulisanmu menjadi hidup. Ketiga hal ini merupakan hal
utama yang selalu dihayati dalam membuat cerpen. Selain itu, sebuah rangkaian
peristiwa dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau
hubungan sebab-akibat.
Tahapan Plot
a.
Situation (exposition)
Pengarang memperkenalkan atau melukiskan
situasi awal cerita. Pada bagian awal atau eksposisi dalam cerpen ini berupa
tante Marcia yang setiap harinya selalu membersihkan kamar Gio, sosok wanita
yang pengertian dan lemah lembut.
Aku merebahkan badanku yang kekar di
tempat tidurku yang semenjak kedatangan seseorang pengganti ibuku kamarku
berubah rapi dan nyaman sepanjang hari. Sebenarnya aku bukan tipe cowok yang
rajin merapikan kamar, tapi tante Marcialah yang setiap pagi merapikan kamarku,
melipat selimutku, membereskan buku-buku atau komik yang aku baca setiap akan
tidur.
b.
Generating circumtances
Awal munculnya konflik, peristiwa yang
bersangkut paut mulai bergerak. Pada bagian ini konflik awal muncul pada saat
tante Marcia yang sedang sibuk membersihkan majalah yang berserakan di meja
yang berada di depan rak televisi. Dan Gio berusaha untuk mencari bukunya
sambil kebingungan.
“Tante, lihat bukuku yang bersampul ungu
nggak?,” tanyaku pada tante Marcia saat tiba di ruang keluarga tersebut. Aku
mengobrak-abrik majalah yang telah dibreskan tante Marcia
Tante Marcia merasa aneh dengan panggilan
yang ditujukan Gio kepadanya, karena sudah setahun lebih beliau menjadi ibu
tirinya Gio dan tinggal bersama Gio tapi masih saja dipanggil dengan sebutan
“tante”. Gio memang tidak suka dengan tante Marcia, maka dari itu Gio tidak
pernah memanggil tante Marcia dengan sebutan “ibu”. Bisa dilihat dari penuturan
Gio sendiri terhadap tamte Marcia.
Setahun setelah ibuku meninggal, ayah
menikah untuk yang kedua kalinya, yaitu dengan tante Marcia. Dan selama lebih
dari dua belas bulan ini aku tinggal bersama ibu tiri yang tidak aku suka. Aku
tidak pernah memanggilnya dengan sebutan ibu, padahal ayah sudah melatihku
untuk memanggil tante Marcia dengan panggilan yang indah itu.
“Sampai kapan pun aku nggak akan memanggil
tante dengan sebutan “Ibu.” Dengan suara yang cukup nyaring aku berkata kepada
tante Marcia. Sampai-sampai beliau terkejut.
c.
Rising action
Konflik mulai bergerak menanjak atau
memuncak. Selisih pendapat atau masalah muncul semua. Pada bagian ini
ditunjukkan oleh tante Marcia yang setiap saat selalu memperhatikan Gio, tante
Marcia berusaha untuk memperlakukan Gio seperti anak kandung sendiri, tetapi
Gio tidak suka, dan membentak-bentak tante Marcia.
“Enggak. Aku bukan anak TK lagi. Tante
nggak usah sok baik sama aku,” bentakku saat tante Marcia menyodorkan selembar
uang warna hijau bergambar Oto Iskandar Di Nata. Aku berlalu tanpa menghiraukan
uang itu
Tanpa disadari, ayah mendengar pembicaraan
Gio dan tante Marcia, ayah langsung menyikapi perilaku Gio yang kurang sopan
terhadap tante Marcia. Ayah menyuruh Gio untuk meminta maaf kepada tante
Marcia, Gio bersedia meminta maaf tapi dengan perasaan terpaksa.
“Gio.” Hadang ayah. Ternyata ayah telah
mendengar semua kalimat yang aku lontarkan kepada tante Marcia
“Ayo, minta maaf sama ibu,” perintah ayah
Dengan sedikit terpaksa aku menjabat
tangan tante Marcia. Senyum manisnya menunjukkan bahwa beliau telah
memaafkanku.
d.
Climax
Peristiwa atau konflik yang mencapai
puncak, proses penyelesaian. Pada bagian ini Desty (pacar Gio) membantu memberi
pengertian kepada Gio bahwa sikapnya selama ini sudah membutakan hatinya,
sehingga kebaikan tante Marcia tidak pernah diakui dan dirasakannya, Desty
berupaya menyadarkan Gio dengan kalimat-kalimat perenungan seperti berikut:
“Gio, tante Marcia orang yang sangat
baik,” jawab Desty. Tadi tante Marcia pingsan ketika melihat kamu dibawa ke
rumah sakit dengan berlumuran darah. Setelah siuman nggak henti-hentinya tante
Marcia menangisi kamu Gio,” sambungnya sambil tangannya masih menggenggam
tanganku
Gio tetap keras kepala, dia masih belum
bisa menerima perkataannya Desty, tapi Desty terus berusaha.
“Tapi tante Marcia bukan ibuku Des. Dia
nggak melahirkan aku.”
“Tapi Gio, bagaimanapun juga kamu harus
bisa menerimanya sebagai ibu kamu.” Tak henti-hentinya Desty menyanjung tante
Marcia
“Sudah saatnya kamu bisa menerimanya,” ujar
Desty
Denouement
Tahapan penyelesaian persoalan cerita,
yang pada akhirnya menemukaan akhir cerita yang mengesankan. Pada bagian ini
tokoh aku yang berperan sebagai Gio sudah mulai menyadari kesalahannya selama
ini, dia mulai mengerti dengan apa yang diucapkan Desty ketika itu. Dapat
dilihat pada isi hati dan penuturan Gio, serta sikap tokoh lain berikut ini:
Begitu berarti kalimat-kalimat Desty
bagiku. Selama ini pintu hatiku tak pernah terbuka untuk tante Marcia, orang
yang selalu berusaha memperhatikanku walaupun aku tak pernah menghiraukannya.
Sampai-sampai tak pernah kurasakan kebaikan darinya, padahal di setiap waktu
beliau selalu mempersembahkan semua kebaikan tulusnya kepadaku.
Air mata tante Marcia menetes lagi. Beliau
sangat terharu. Seraya beliau mendekapku ke dalam pelukan hangatnya. Selama ini
takku rasakan pelukan hangat dari seorang ibu. Rindu rasanya dengan kasih
sayang dari seorang ibu. Sekaranglah aku dapat merasakannya kembali.
“Mulai sekarang aku akan memanggil tante
Marcia dengan sebutan Bunda,” kataku dengan senyuman bahagia.
Gio sadar, dia berubah sayang dan baik
kepada tante Marcia, serta bersedia memanggil tante Marcia dengan sebutan
“Bunda”. Tante Marcia dan Desty pun tersenyum bahagia.
Cerpen “Bunda” ini memiliki alur mundur,
terlihat dari Gio yang mengungkit-ungkit masa lalunya, yaitu tentang ibu
kandungnya yang sudah meninggal setahun lalu.
Setahun setelah ibuku meninggal, ayah
menikah untuk yang kedua kalinya, yaitu dengan tante Marcia. Dan selama lebih
dari dua belas bulan ini aku tinggal bersama ibu tiri yang tidak aku suka. Aku
tidak pernah memanggilnya dengan sebutan ibu, padahal ayah sudah melatihku
untuk memanggil tante Marcia dengan panggilan yang indah itu.
Aku sulit sekali memejamkan mata.
Bayanganku tertuju pada saat sebelum ibuku dipanggil oleh Sang Illahi. Ibuku
sangat memanjakanku, maklum aku adalah anak semata wayang. Semua keinginanku
beliau berusaha menurutinya. Namun sayang, ibu, orang yang paling aku sayang di
dunia ini telah pergi meninggalkanku dan ayah.
5.
Setting atau latar cerita
Latar atau tempat kejadian cerita
sering pula disebut latar cerita. Latar merupakan sarana yang utama dalam
sebuah cerpen karena dari latarlah, muncul tokoh dan penokohannya, lalu dari
tokoh muncullah konflik. Akhirnya, dari konflik ini muncullah alur cerita.
Pemahaman latar melalui beberapa informasi mengenai banyak tempat, lalu
menghayatinya, dan mengungkapkannya kembali demi kepentingan cerita
sangatlah penting. Oleh karena itu, seorang penulis cerpen tak akan dapat
menulis cerita jika di dalam imanjinasinya tak ada gambaran latar cerita, baik
itu yang bersifat geografis, budaya, maupun latar yang sangat abstrak
sekalipun. Latar biasanya meliputi tiga jenis, yaitu tempat, waktu, dan
suasana. Latar tempat menunjukkan di mana, latar waktu menunjukkan
kapan, dan latar suasana menunjukkan bagaimana.
6.
Latar tempat
Tempat atau daerah terjadinya sebuah
peristiwa dalam cerita. Sangat mungkin latar tempat sebuah teks prosa terdapat
di dalam ruangan dan tidak menutup kemungkinan latar tempat terjadi di ruang
lingkungan, jalanan atau di sebuah kota (Stanton,2007: 39). Latar tempat yang
terdapat dalam cerpen “Bunda”, yaitu:
Rumah Gio ( Ruang keluarga)
Di ruang keluarga sayup-sayup ku dengar
suara televisi, sepertinya tante Marcia belum tidur, beliau masih menikmati
acara televisi.
Pukul setengah dua aku tiba di rumah. Ku
parkirkan Ninjaku di garasi rumah yang tempatnya bersebelahan dengan ruang
keluarga. Di ruang keluarga nampaknya tante Marcia sedang sibuk membaca tabloit
yang telah menjadi langganannya.
Gio mengalami beberapa konflik dengan
tante Marcia saat di ruang keluarga.
Rumah sakit
Aku membuka mataku pelan-pelan. Kulihat
sekelilingku bewarna putih. Dinding ruangan tempat aku berbaring berwarna
putih, bantal, seprei, bahkan selimut yang aku kenakanpun berwarna putih. Bau
menyengat obat membaur disetiap sudut ruangan yang tidak begitu lebar itu.
“Kamu di rumah sakit, Gio,” ujar tante
Marcia
Setelah Gio mengalami kecelakaan, Gio dibawa
ke rumah sakit dan saat Gio mulai sadar atas sikapnya, serta mengalami konflik
dengan Desty juga berada di rumah sakit.
Latar
waktu
Waktu terjadinya sebuah peristiwa dalam
cerita. Latar waktu bisa berupa detik, menit, jam, jari, minggu, bulan, tahun,
dan seterusnya. Tetapi juga sangat mungkin pengarang tidak menentukan secara
persis tahun, tanggal atau hari terjadinya peristiwa, namun hanya menyebutkan
saat malam.(Stanton,2007: 43). Latar waktu yang terdapat dalam cerpen “Bunda”,
yaitu:
Malam hari
“Kalau pulang jangan larut malam,” tutur
tante Marcia
Sampai di rumah jam sudah menunjukkan
pukul sepuluh lewat tiga puluh menit, namun sepertinya ayah belum pulang. Di
ruang keluarga sayup-sayup kudengar suara televisi, sepertinya tante Marcia
belum tidur, beliau masih menikmati acara televisi. Aku sulit sekali memejamkan
mata.
Malam ini aku melajukan Ninjaku di jalanan
yang panjang bersama dengan kepenatan yang menyesaki hatiku.
Pada cerpen “Bunda” mengandung latar waktu
malam hari yang ditunjukkan pada penuturaan tante Marcia dan isi hati Gio yang
mengatakan sedang berada di malam hari.
Latar Alat
benda-benda yang digunakan tokoh dalam
sebuah cerita dan berhubungan dengan suatu lingkungan kehidupan tertentu.
(Stanton,2007:47). Ada beberapa alat yang mendukung dalam cerpen “Bunda”
tersebut, yaitu selimut, buku pelajaran,
komik, tabloit, sepeda motor Ninja, jumper, dan kunci sepeda motor. Dapat dilihat dalam cuplikan cerpen berikut:
Tapi tante Marcialah yang setiap pagi
merapikan kamarku, melipat selimutku, membereskan buku-buku atau komik yang aku
baca setiap akan tidur.
“Mau kemana Gio?,” tanya tante Marcia
ketika melihatku memakai jumper dan berdandan rapi sambil membawa kunci sepeda
motor ninjaku
Di ruang keluarga nampaknya tante Marcia
sedang sibuk membaca tabloit yang telah menjadi langganannya.
7.
Konflik
Pertentangan atau ketegangan di dalam
cerita rekaan atau drama. Konflik dibagi atas tiga jenis, yaitu:
Konflik psikis atau mental
merupakan konflik yang terjadi di dalam
diri seseorang atau isi hati seseorang. Konflik ini dialami oleh tokoh ketika
dia menghadapi alternatif-alternatif dan ia harus memilihnya salah satu atau
membuat keputusan. Pada cerpen “Bunda” dapat dilihat pada tokoh Gio yang
berusaha mencari jalan keluar untuk mengatasi kepenatannya berikut:
Akhir-akhir ini ayah terlalu sibuk dengan
pekerjaannya, sehingga harus pulang larut malam. Aku bosan di rumah, apalagi di
rumah hanya ada aku dan tante Marcia. Aku ingin mencari hiburan di luar rumah.
Aku terdiam. Kucerna semua kalimat dari
Desty.
Begitu berarti kalimat-kalimat Desty
bagiku. Selama ini pintu hatiku tak pernah terbuka untuk tante Marcia, orang
yang selalu berusaha memperhatikanku walaupun aku tak pernah menghiraukannya.
Sampai-sampai tak pernah kurasakan kebaikan darinya, padahal di setiap waktu
beliau selalu mempersembahkan semua kebaikan tulusnya kepadaku.
Penggalan cerpen di atas adalah bagian
dari konflik psikis yang dialami oleh Gio saat hatinya merasa penat, sehingga
Gio berusaha untuk mencari jalan keluar dengan cara mencari hiburan di luar
rumah. Dan pada saat Gio mulai mencerna kata-kata Desty, bahwa tante Marcia
sebenarnya adalah sosok ibu tiri yang baik.
Konflik Sosial
merupakan konflik yang terjadi antara
seseorang dengan tokoh-tokoh yang lain, seseorang dengan kelompok lain,
seseorang dengan kelompok lain, atau konflik yang terjadi diantara tokoh-tokoh.
Konflik ini dapat dilihat pada tokoh Gio yang sedang berdialog dengan tante
Marcia, Ayah, dan Desty.
“Sampai kapan pun aku nggak akan memanggil
tante dengan sebutan “Ibu.” Dengan suara yang cukup nyaring aku berkata kepada
tante Marcia. Sampai-sampai beliau terkejut
“Gio.” Hadang ayah. Ternyata ayah telah
mendengar semua kalimat yang aku lontarkan kepada tante Marcia
“Ayo, minta maaf sama ibu,” perintah ayah
Dengan sedikit terpaksa aku menjabat
tangan tante Marcia. Senyum manisnya menunjukkan bahwa beliau telah
memaafkanku.
“Gio, tante Marcia orang yang sangat
baik,” jawab Desty. Tadi tante Marcia pingsan ketika melihat kamu dibawa ke
rumah sakit dengan berlumuran darah. Setelah siuman nggak henti-hentinya tante
Marcia menangisi kamu Gio,” sambungnya sambil tangannya masih menggenggam
tanganku
“Apa urusannya denganku?,” tanyaku sewot
Gio menbentak tante Marcia sambil
mengancam tidak akan pernah memanggil tante Marcia “Ibu”. Gio secara terpaksa
menjabat tangan tante Marcia karena disuruh oleh ayah. Gio keras kepala, tetap
mempertahankan rasa bencinya terhadap tante Marcia saat diberi pengertian oleh
Desty.
Konflik Fisikal
Merupakan konflik yang terjadi ketika
tokoh berusaha mengatasi rintangan-rintangan yang ditemui dalam melaksanakan
kemauannya. Misalnya pada saat tokoh berhadapan dengan alam. Dapat dilihat saat
Gio mengendarai sepeda motor di jalan raya dan mengalami kecelakaan.
“Ciiiiitt...” Suara rem motorku terdengar
cukup keras menggesek aspal. Jalanan licin itu membuat motorku terpelanting
jatuh. Aku tak dapat mengendalikannya
Ketika tiba di rumah Desty aku memakirkan
motorku di halaman rumahnya yang luas. Banyak bunga anggrek di halaman
rumahnya, mungkin ibunya suka menanam anggrek. Setelah itu aku mengetuk pintu
sambil mengucapkan salam.
Saat Gio berada di jalan raya yang licin
dan saat berada di halaman rumah Desty yang banyak ditanami bunga anggrek.
8.
Amanat
Amanat merupakan pesan yang hendak
disampaikan pengarang dalam cerpennya. Umumnya seorang pengarang pasti
menyampaikan amanat dalam karyanya. Oleh karena itu, amanat harus dicari oleh
pembaca. Pembaca harus telliti agar dapat menangkap apa yang
tersirat di balik sebuah cerpen. Selain itu, biasanya setiap pembaca dapat
berbeda-beda dalam menangkapatau menafsirkan amanat pada sebuah
cerpen.
Jadi cerpen “Bunda” mengandung amanat:
1. Janganlah durhaka pada orang
tua, walaupun orang tua tersebut bukan orang tua kandungmu!. Terlihat pada
penuturan Gio terhadap tante Marcia berikut:
“Sampai kapan pun aku nggak akan memanggil
tante dengan sebutan “Ibu.” Dengan suara yang cukup nyaring aku berkata kepada
tante Marcia. Sampai-sampai beliau terkejut
Gio berkata kasar kepada tante Marcia yang
selalu berbuat baik kepada Gio, karena Gio tidak menyukai tante Marcia
2. Hormatilah orang
yang lebih tua, dan sayangilah sesama!
3. Janganlah lama-lama terpuruk oleh
kesedihan masa lalu, karena memikirkan masa depan itu lebih penting!, terlihat
dalam isi hati Gio berikut:
Aku sulit sekali memejamkan mata.
Bayanganku tertuju pada saat sebelum ibuku dipanggil oleh Sang Illahi. Ibuku
sangat memanjakanku, maklum aku adalah anak semata wayang. Semua keinginanku
beliau berusaha menurutinya...........................Namun sayang, ibu, orang yang
paling aku sayang di dunia ini telah pergi meninggalkanku dan ayah.
Terlihat sekali bahwa Gio sangat merasa
terpukul dan sedih pada isi hatinya tersebut dan melampiaskannya kepada orang
lain atau tidak bisa menerima tante Marcia. Pintu hati Gio tertutup oleh
kesedihan masa lalu yang akhirnya menyebabkan kebencian.
Perbedaan Antara Cerpen dan Novel
Sebelum dibicarakan elemen – elemen yang membangun
fiksi secara struktural, ada beberapa hal yang berkaitan dengan pembedaan jenis
prosa fiksi, yaitu cerita pendek dan novel. Ditinjau dari segi ‘panjangnya’
cerpen relatif lebih pendek dari novel. Walaupun didapatkan pula cerpen yang
panjang dan novel yang pendek. Secara lebih spesifik, istilah cerpen biasanya
diterapkan pada fiksi yang panjangnya antara seribu sampai lima ribu kata.
Sedangakn novel umumnya berisi empatpuluh lima ribu kata atau lebih. Karya
fiksi yang berkisar antara limabelas ribu sampai empatpuluh lima ribu kata
bisanya disebut sebagai ‘ novela’.
Pertimbangan
dari segi panjang cerita tersebut pada dasarnya terlampau bersifat tekhnis dan
mekanis, tetapi beberapa kualitas penting kedua jenis fiksi tersebut memang
berkaitan erat dengan panjang pendeknya.
Sebuah cerpen bukanlah sebuah
novel yang dipendekkan dan juga bukan bagian darti novel yang belum
ditul;iskan. Sebuah cerpen biasanya memiliki plot yang diarahkan pada insiden
atau peristiwa yang tunggal. Di samping itu, tokoh dalam cerpen jarang
dikembangkan karena pengembangan membutuhkan waktu, karena tokoh dalam cerpen
biasanya langsung ditunjukkan karakternya. Artinya, hanya ditentukan tahapan
tertentu perkembangan karakter tokohnya. Karakter dalam cerpen lebih merupakan
revelation ‘ penunjukkan’ daripada development ‘ perkembangan ‘. Selanjutnya
dimensiwaktu dalam cerpen cenderung terbatas,walaupun dijumpai pula cerpen –
cerpen yang menunjukkan dimensi waktu yang relatif luas.
Ringkasnya, cerpen menunjukkan kualitas yang
bersifat compression ‘ pendataan ‘,concentration ‘ pemusatan ‘ dan intensity ‘
pendalaman, yang kesemuanya berkaitan dengan panjang cerita dan kualitas
struktural yang diisyaratkan oleh panjang cerita itu.