Selasa, 26 September 2017

MENJADI AKTOR SEBENARNYA
Oleh : Muh. Herdi Sigit Iswanto, S.Pd
                                                    NPM : 88101161017


Istilah bermain peran sering kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita terkadang menafsirkan kata bermain peran cenderung mengartikan kepada seorang Artis, tokoh dalam sebuah cerita atau dalam layar kaca sebagai pemain sinetron.
Tentunya itu anggapan yang kurang tepat. Padahal dalam kehidupan nyata kita pun sedang menjalankan peran kita sesuai dengan tugas kita masing-masing, sesuai dengan propesi,  usia, tempat tinggal, jabatan dan hal lain yang melekat di diri kita.Ada peran jahat, ada peran pura-pura, munafik, baik, lugu dsb.

Menjadi pemeran drama tentunya dibutuhkan hal –hal dasar yang harus kita punyai sebagai dasar pengetahuan secara teori atau bekal nyata dalam menjalankan akting yang ditugaskan kita dalam bermain peran.
Kita lihat dulu secara kajian teori menurut Suwardi Endaswara (2014:58) bahwa kita dalam memerankan peran sebuah lakon harus menguasai hal berikut ini.
1.      Sensitif, artinya memiliki kepekaan emosional, mudah terangsang, dan tanggap sasmita.
2.      Sensibel, berarti berfikiran sehat, bijaksana dalam gerak memiliki kata-kata yang menyejukan suasana
3.      Kualitas personal yang memadai, yaitu kepribadian yang pantas dicontoh, tidak terlalu vulgar.
4.      Daya imajinasi yang kuat, penuh dengan bayangan, mampu membangun dunia lain, mengingatkan tokoh lain secara imajiner.
5.      Stamina fisik dan mental yang baik, sehat jasmani rohani, tidak cacat.

Memerankan drama adalah memerankan kehidupan kita yang merupakan miniatur kehidupan kita yang sebenarnya. Dilihat dari teori diatas yang dikemukakan oleh Suwardi Endaswara, tentunya kita belajar teori drama yang kelak akan kita taungkan dan kita aplikasikan dalam kehidupan yang nyata.

Berperan yang sebenarnya, tentunya benar adanya kita harus mempunyai kepekaan emosional yang tinggi, kepekaan emosional ini kita semestinya bisa mampu mengatur, mengendalikan rasa tersebut untuk bisa beradaptasi diri dengan lingkungan yang ada di keluarga masyarakat, tempat kerja, dan di berbagai aktivitas lainya sehingga kita bisa beradaptasi dan diterima di komunitas tempat kita berada. Pada saat emosional yang kita punya mampu kita kendalikan tentunya kita akan mudah dan peka terhadap lingkungan sekitar seperti pribahasa yang bisa kita jadikan acuan yang berbunyi “Dimana bumi dipijak disitu langit dijungjung.”

Memaknai sensibel berarti kita mampu berpikiran sehat, teori dalam seni peran atau aktor ini sungguh luar biasa, pada saat kita terapkan dalam kehidupan yang nyata dan sebenarnya, kita haruslah memandang sesuatu itu dengan hal yang positif, berprasangka baik terhadap sesuatu, sesalu melihat dengan menggunakan kacamata positif, transparan terbuka dan jauh dari sangkaan yang kurang tepat dan tidak memandang orang dengan kacamata kita sendiri.
Bila teori ini mampu kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari niscaya rasa curiga yang berlebihan terhadap orang lain semakin sedikit dan bila semua Aktor atau kita melakukan hal ini dalam drama yang sebenarnya dalam kehidupan tentunya bahasa, sikap dan tingkah laku perbuatan kita akan  mengarah ke hal yang baik dan disinilah akan tercipta suasana damai sepanjang kita berhubungan dengan orang lain karena berbagai masalah, kecurigaan bisa diselesaikan dengan cara berbahasa berkomunikasi yang baik dan terciptalah suasa yang sejuk damai dan tentram.

Selanjutnya kita bisa mengadopsi teori drama yang lain yaitu Kualitas personal yang memadai bisa kita maknai dengan kecakapan seseorang dalam bermain peran. Dalam kehidupan kita sehari-hari tentunya kualitas personal ini menyangkut banyak hal.
Seseorang yang mempunyai kualitas personal yang baik dan dapat diterima dalam kehidupan nyata tentunya harus dilandasi dengan pedoman agama yang kuat, agama dijadikan sebagai pondasi yang kokoh untuk membentuk personal tak tergoyahkan.
Seseorang yang ingin mempunyai kualitas personal harus sadar akan dirinya sendiri dahulu, baik kelebihan maupun kekurangannya. Dengan kesadaran diri yang penuh, seseorang perlu mengatur diri sendiri untuk dapat mencapai harapan atau tujuan hidup. Perencanaan yang matang dan pelaksanaan rencana secara tepat dengan potensi yang dimiliki akan mempermudah seseorang mencapai tujuan hidup. Tak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk beradaptasi terhadap lingkungan, akan mempermudah kita dalam membawa diri, dan pengendalian emosi sangat penting dalam bergaul. Secara singkat, untuk pengaturan diri diperlukan kemampuan untuk mengelola waktu dan emosi secara efektif, dan menentukan prioritas. Bahwa kegagalan yang terjadi ketika sedang berusaha mengubah diri dan lingkungan bukan akhir dari segalanya. Selain itu, perlu disadari bahwa berhasil tidaknya seseorang, sebagian besar ditentukan oleh diri sendiri. Bahwa setiap kehidupan berjalan terus melalui perubahan dari waktu ke waktu. Untuk itu, agar seseorang “tidak tersiksa” dengan berbagai perubahan yang ada, maka harus ada upaya untuk mengembangkan kemauan untuk berubah dalam diri kita sendiri. Tanpa itu semua, maka kehidupan ini akan stagnan dan monoton. Persepsi-sikaptindakan- dan kebiasaan merupakan siklus yang umum dari sebuah fenomena upaya seseorang mampu mengelola perubahan. Dalam dunia penyuluhan, untuk membiasakan seseorang atas perubahan, seyogyanya harus dimulai dari kebutuhan dan kesadaran diri. Tanpa kesadaran diri yang penuh, maka bisa jadi seseorang akan kembali ke titik semula. artinya hanya perubahan semu yang terjadi. Banyak contoh ketika perubahan itu bukan karena kesadaran diri. Misalnya budaya tertib lalu lintas, pengendara motor tanpa helm, dan hanya menggunakan helm jika ada polisi atau ada razia; membuang sampah tidak pada tempatnya, dan sebagainya.

Berikutnya kita akan membahas tentang teori drama yang mengatakan bahwa kita ingin menjadi seorang aktor harus mempunyai daya imajinasi yang kuat, penuh dengan bayangan, mampu membangun dunia lain, mengingatkan tokoh lain secara imajiner.
Sudahkah kita memiliki hal seperti yang di dalam teori aktor?
Kita lihat makna kata imajinasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia imajinasi/ima·ji·na·si/ n 1 daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang; 2 khayalan.
Kehidupan nyata kita haruslah penuh dengan imajinasi, khayalan. Imajinasi dan khayalan yang positif tentunya sangat baik dan menguntungkan bagi kita. Daya imajinasi dan cara berpikir dan melakukan usaha ke arah yang selalu positif itu adalah cita-cita.
Seseorang yang mempunyai daya imajinasi tinggi boleh dikatakan dia mempunyai cita-cita yang tinggi pula, dia akan berusaha selalu mewujudkannya khayalan atau imajinasinya selalu menjadikannya nya sebuah motivasi dalam menjalankan kehidupan yang dijalaninya dengan kuat dan berusaha untuk membuat mimpi-mimpinya menjadi nyata. Gapailah cita-cita mu setinggi langit bila kau jatuh masih berada diantara bintang-bintang yang bertaburan.

Ini adalah teori terakhir menjadi aktor yang baik yang memerlukan Stamina fisik dan mental yang baik, sehat jasmani rohani, tidak cacat.
Bila kita terapkan dalam kehidupan yang nyata kondisi seperti ini harus kita punyai, kita tak mungkin menjalani aktifitas dengan keadaan lemah secara fisik dan sakit. Sehat rohani tentunya kita tetap harus mempunyai pandangan kedepan visioner.
Pada saat kita lemah secara mental tentunya kita akan banyak tergangu dalam berbagai aktivitas fisik, kehilangan semangat kerja, menemukan titik buntu dalam memecahkan masalah dan banyak persoalan yang melilit pada diri kita yang tak mampu kita pecahkan.

Kita dapat belajar dari teori bermain Aktor untuk menjadi aktor yang sebenarnya.
Kepura-puraan dalam sebuah dunia pentas, bisa kita ambil hikmah dan manfaatnya dalam kehidupan nyata.
Kita adalah umat manusia yang secara kodrati sudah di berikan peran masing-masing oleh Tuhan, tinggal bagaimana kita menjalankan peran kita masing-masing sebagai kholifah di muka bumi ini. Karakter tokoh dan penokohan sudah barang tentu merupakan watak diri seseorang yang harus kita maklumi bersama sebagai anugerah perbedaan yang akan menjadikan segala perbedaan itu menjadi indah pada saat kita memahami masing-masing individu tokoh yang kita perankan.
Belajar teori drama dan berusaha menuangkan teori kedalam sebuah praktek nyata, alangkah bijaksananya kita dalam berkehidupan yang nyata tidak perlu ada dusta, sindiran, kenakan topeng supaya kelihatan tampil beda, tentu bukan itu.
Dalam kenyataannya kita sudah di berikan peran yang pasti oleh yang maha kuasa.
Untuk apa lagi kita bersandiwara.

Mengapa kita bersandiwara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar