MENJADI AKTOR SEBENARNYA
Oleh :
Muh. Herdi Sigit Iswanto, S.Pd
NPM : 88101161017
Istilah bermain
peran sering kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita terkadang
menafsirkan kata bermain peran cenderung mengartikan kepada seorang Artis,
tokoh dalam sebuah cerita atau dalam layar kaca sebagai pemain sinetron.
Tentunya itu anggapan
yang kurang tepat. Padahal dalam kehidupan nyata kita pun sedang menjalankan
peran kita sesuai dengan tugas kita masing-masing, sesuai dengan propesi, usia, tempat tinggal, jabatan dan hal lain
yang melekat di diri kita.Ada peran jahat, ada peran pura-pura, munafik, baik,
lugu dsb.
Menjadi pemeran drama tentunya dibutuhkan hal –hal dasar yang harus kita
punyai sebagai dasar pengetahuan secara teori atau bekal nyata dalam
menjalankan akting yang ditugaskan kita dalam bermain peran.
Kita lihat dulu
secara kajian teori menurut Suwardi Endaswara (2014:58) bahwa kita dalam
memerankan peran sebuah lakon harus menguasai hal berikut ini.
1.
Sensitif, artinya
memiliki kepekaan emosional, mudah terangsang, dan tanggap sasmita.
2.
Sensibel, berarti berfikiran
sehat, bijaksana dalam gerak memiliki kata-kata yang menyejukan suasana
3.
Kualitas personal
yang memadai, yaitu kepribadian yang pantas dicontoh, tidak terlalu vulgar.
4.
Daya imajinasi yang
kuat, penuh dengan bayangan, mampu membangun dunia lain, mengingatkan tokoh
lain secara imajiner.
5.
Stamina fisik dan
mental yang baik, sehat jasmani rohani, tidak cacat.
Memerankan drama
adalah memerankan kehidupan kita yang merupakan miniatur kehidupan kita yang
sebenarnya. Dilihat dari teori diatas yang dikemukakan oleh Suwardi Endaswara,
tentunya kita belajar teori drama yang kelak akan kita taungkan dan kita
aplikasikan dalam kehidupan yang nyata.
Berperan yang
sebenarnya, tentunya benar adanya kita harus mempunyai kepekaan emosional yang
tinggi, kepekaan emosional ini kita semestinya bisa mampu mengatur,
mengendalikan rasa tersebut untuk bisa beradaptasi diri dengan lingkungan yang
ada di keluarga masyarakat, tempat kerja, dan di berbagai aktivitas lainya
sehingga kita bisa beradaptasi dan diterima di komunitas tempat kita berada.
Pada saat emosional yang kita punya mampu kita kendalikan tentunya kita akan
mudah dan peka terhadap lingkungan sekitar seperti pribahasa yang bisa kita
jadikan acuan yang berbunyi “Dimana bumi dipijak disitu langit dijungjung.”
Memaknai sensibel
berarti kita mampu berpikiran sehat, teori dalam seni peran atau aktor ini
sungguh luar biasa, pada saat kita terapkan dalam kehidupan yang nyata dan sebenarnya,
kita haruslah memandang sesuatu itu dengan hal yang positif, berprasangka baik
terhadap sesuatu, sesalu melihat dengan menggunakan kacamata positif,
transparan terbuka dan jauh dari sangkaan yang kurang tepat dan tidak memandang
orang dengan kacamata kita sendiri.
Bila teori ini
mampu kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari niscaya rasa curiga yang
berlebihan terhadap orang lain semakin sedikit dan bila semua Aktor atau kita
melakukan hal ini dalam drama yang sebenarnya dalam kehidupan tentunya bahasa,
sikap dan tingkah laku perbuatan kita akan
mengarah ke hal yang baik dan disinilah akan tercipta suasana damai
sepanjang kita berhubungan dengan orang lain karena berbagai masalah,
kecurigaan bisa diselesaikan dengan cara berbahasa berkomunikasi yang baik dan
terciptalah suasa yang sejuk damai dan tentram.
Selanjutnya kita
bisa mengadopsi teori drama yang lain yaitu Kualitas personal yang memadai bisa
kita maknai dengan kecakapan seseorang dalam bermain peran. Dalam kehidupan
kita sehari-hari tentunya kualitas personal ini menyangkut banyak hal.
Seseorang yang
mempunyai kualitas personal yang baik dan dapat diterima dalam kehidupan nyata
tentunya harus dilandasi dengan pedoman agama yang kuat, agama dijadikan
sebagai pondasi yang kokoh untuk membentuk personal tak tergoyahkan.
Seseorang
yang ingin mempunyai kualitas personal harus
sadar akan dirinya sendiri dahulu, baik kelebihan maupun kekurangannya. Dengan
kesadaran diri yang penuh, seseorang perlu mengatur diri sendiri untuk dapat
mencapai harapan atau tujuan hidup. Perencanaan yang matang dan pelaksanaan
rencana secara tepat dengan potensi yang dimiliki akan mempermudah seseorang
mencapai tujuan hidup. Tak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk beradaptasi
terhadap lingkungan, akan mempermudah kita dalam membawa diri, dan pengendalian
emosi sangat penting dalam bergaul. Secara singkat, untuk pengaturan diri
diperlukan kemampuan untuk mengelola waktu dan emosi secara efektif, dan
menentukan prioritas. Bahwa kegagalan yang terjadi ketika sedang berusaha
mengubah diri dan lingkungan bukan akhir dari segalanya. Selain itu, perlu
disadari bahwa berhasil tidaknya seseorang, sebagian besar ditentukan oleh diri
sendiri. Bahwa setiap kehidupan berjalan terus melalui perubahan dari waktu ke
waktu. Untuk itu, agar seseorang “tidak tersiksa” dengan berbagai perubahan
yang ada, maka harus ada upaya untuk mengembangkan kemauan untuk berubah dalam
diri kita sendiri. Tanpa itu semua, maka kehidupan ini akan stagnan dan
monoton. Persepsi-sikaptindakan- dan kebiasaan merupakan siklus yang umum dari
sebuah fenomena upaya seseorang mampu mengelola perubahan. Dalam dunia
penyuluhan, untuk membiasakan seseorang atas perubahan, seyogyanya harus
dimulai dari kebutuhan dan kesadaran diri. Tanpa kesadaran diri yang penuh,
maka bisa jadi seseorang akan kembali ke titik semula. artinya hanya perubahan
semu yang terjadi. Banyak contoh ketika perubahan itu bukan karena kesadaran
diri. Misalnya budaya tertib lalu lintas, pengendara motor tanpa helm, dan
hanya menggunakan helm jika ada polisi atau ada razia; membuang sampah tidak
pada tempatnya, dan sebagainya.
Berikutnya kita
akan membahas tentang teori drama yang mengatakan bahwa kita ingin menjadi
seorang aktor harus mempunyai daya imajinasi yang kuat, penuh dengan bayangan,
mampu membangun dunia lain, mengingatkan tokoh lain secara imajiner.
Sudahkah kita
memiliki hal seperti yang di dalam teori aktor?
Kita lihat makna kata imajinasi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia imajinasi/ima·ji·na·si/ n 1 daya
pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian
berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang; 2 khayalan.
Kehidupan nyata kita haruslah penuh dengan imajinasi, khayalan. Imajinasi
dan khayalan yang positif tentunya sangat baik dan menguntungkan bagi kita.
Daya imajinasi dan cara berpikir dan melakukan usaha ke arah yang selalu
positif itu adalah cita-cita.
Seseorang yang mempunyai daya imajinasi tinggi boleh dikatakan dia
mempunyai cita-cita yang tinggi pula, dia akan berusaha selalu mewujudkannya
khayalan atau imajinasinya selalu menjadikannya nya sebuah motivasi dalam
menjalankan kehidupan yang dijalaninya dengan kuat dan berusaha untuk membuat
mimpi-mimpinya menjadi nyata. Gapailah cita-cita mu setinggi langit bila kau
jatuh masih berada diantara bintang-bintang yang bertaburan.
Ini adalah teori
terakhir menjadi aktor yang baik yang memerlukan Stamina fisik dan mental yang
baik, sehat jasmani rohani, tidak cacat.
Bila kita terapkan
dalam kehidupan yang nyata kondisi seperti ini harus kita punyai, kita tak
mungkin menjalani aktifitas dengan keadaan lemah secara fisik dan sakit. Sehat
rohani tentunya kita tetap harus mempunyai pandangan kedepan visioner.
Pada saat kita
lemah secara mental tentunya kita akan banyak tergangu dalam berbagai aktivitas
fisik, kehilangan semangat kerja, menemukan titik buntu dalam memecahkan
masalah dan banyak persoalan yang melilit pada diri kita yang tak mampu kita
pecahkan.
Kita dapat belajar
dari teori bermain Aktor untuk menjadi aktor yang sebenarnya.
Kepura-puraan dalam
sebuah dunia pentas, bisa kita ambil hikmah dan manfaatnya dalam kehidupan
nyata.
Kita adalah umat
manusia yang secara kodrati sudah di berikan peran masing-masing oleh Tuhan,
tinggal bagaimana kita menjalankan peran kita masing-masing sebagai kholifah di
muka bumi ini. Karakter tokoh dan penokohan sudah barang tentu merupakan watak
diri seseorang yang harus kita maklumi bersama sebagai anugerah perbedaan yang
akan menjadikan segala perbedaan itu menjadi indah pada saat kita memahami
masing-masing individu tokoh yang kita perankan.
Belajar teori drama
dan berusaha menuangkan teori kedalam sebuah praktek nyata, alangkah
bijaksananya kita dalam berkehidupan yang nyata tidak perlu ada dusta,
sindiran, kenakan topeng supaya kelihatan tampil beda, tentu bukan itu.
Dalam kenyataannya
kita sudah di berikan peran yang pasti oleh yang maha kuasa.
Untuk apa lagi kita
bersandiwara.
Mengapa kita
bersandiwara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar