Pengertian Novel
Novel merupakan suatu bentuk dari karya sastra yang berbentuk prosa dan memiliki dua unsur didalamnya, yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik. Novel ialah kisah atau cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata serta memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan serta juga sesamanya.
Banyak sastrawan yang memberikan batasan atau definisi dari novel, definisi yang mereka utarakan berbeda satu sama lainnya. Dan berikut ini merupakan beberapa definisi dari para ahli dibidangnya, yaitu:
Pengertian Novel Menurut Para Ahli
1. Menurut Drs. Jakob Sumardjo, novel merupakan bentuk sastra terpopuler di dunia. Bentuk sastra ini merupakan yang paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang begitu luas di masyarakat.
2. Menurut Dr. Nurhadi, Dr. Dawud, Dra. Yuni Pratiwi, M. Pd, dan Dra. Abdul Roni, M. Pd. Novel merupakan karya sastra yang isinya terdapat nilai-nilai budaya, sosial, moral, serta pendidikan.
3. Menurut Drs. Rostamaji, M. Pd dan Agus Priantoro, S.Pd. Novel merupakan karya sastra yang memiliki dua unsur, yakni: unsur intrinsik dan ekstrinsik yang mana keduanya saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra.
Perbedaan Antara Cerpen dan Novel
Sebelum dibicarakan elemen – elemen yang membangun fiksi secara struktural, ada beberapa hal yang berkaitan dengan pembedaan jenis prosa fiksi, yaitu cerita pendek dan novel. Ditinjau dari segi ‘panjangnya’ cerpen relatif lebih pendek dari novel. Walaupun didapatkan pula cerpen yang panjang dan novel yang pendek. Secara lebih spesifik, istilah cerpen biasanya diterapkan pada fiksi yang panjangnya antara seribu sampai lima ribu kata. Sedangakn novel umumnya berisi empatpuluh lima ribu kata atau lebih. Karya fiksi yang berkisar antara limabelas ribu sampai empatpuluh lima ribu kata bisanya disebut sebagai ‘ novela’.
Pertimbangan dari segi panjang cerita tersebut pada dasarnya terlampau bersifat tekhnis dan mekanis, tetapi beberapa kualitas penting kedua jenis fiksi tersebut memang berkaitan erat dengan panjang pendeknya.
Sebuah cerpen bukanlah sebuah novel yang dipendekkan dan juga bukan bagian darti novel yang belum ditul;iskan. Sebuah cerpen biasanya memiliki plot yang diarahkan
pada insiden atau peristiwa yang tunggal. Di samping itu, tokoh dalam cerpen jarang dikembangkan karena pengembangan membutuhkan waktu, karena tokoh dalam cerpen biasanya langsung ditunjukkan karakternya. Artinya, hanya ditentukan tahapan tertentu perkembangan karakter tokohnya. Karakter dalam cerpen lebih merupakan revelation ‘ penunjukkan’ daripada development ‘ perkembangan ‘. Selanjutnya dimensiwaktu dalam cerpen cenderung terbatas,walaupun dijumpai pula cerpen – cerpen yang menunjukkan dimensi waktu yang relatif luas.
Ringkasnya, cerpen menunjukkan kualitas yang bersifat compression ‘ pendataan ‘,concentration ‘ pemusatan ‘ dan intensity ‘ pendalaman, yang kesemuanya berkaitan dengan panjang cerita dan kualitas struktural yang diisyaratkan oleh panjang cerita itu.
Novel cenderung bersifat expands ‘ meluas ‘, complexity ‘ kompleksitas ‘. Novel memungkinkan adanya penyajian tentang panjang lebar suatu tempat/ruang. Oleh karena itu, tidaklah mengeherankan jika posisi manusia dalam masyarakat menjadi pokok permasalahan yang selalu menjadi pusat perhatoian para novelis. Masyarakat memilki dimensi ruang dan waktu.
Sebuah novel jelas tidak berarti dapat dibaca selesai dalam sekali duduk, karena panjangnya sebuah novel secara khusus cukup untuk mempermasalahkan karakter tokoh dalam sebuah perjalanan waktu dan hal ini tidak mungkin dalam cerpen. Akhirnya, novel mencapai keutuhannya secara inklusi ( inclusion ), yakni bahwa novelis mengukuhkan keseluruhannya dengan kendali tema karyanya.
Unsur Intrinsik
1. Tema
Merupakan pokok dari permasalahan yang terdapat pada sebuah cerita novel yang dibuat.
2. Tokoh/Penokohan
Tokoh merupakan pelaku yang terlibat dalam cerita tersebut. Setiap tokoh biasanya mempunyai karakter tersendiri. Dalam sebuah cerita terdapat tokoh protagonis atau tokoh baik dan antagonis atau tokoh jahat serta ada juga tokoh figuran yaitu tokoh pendukung.
Penokohan yaitu pemberian sifat pada tokoh atau pelaku dalam cerita tersebut. Sifat yang telah diberikan dapat tercermin dalam pikiran, ucapan, dan pandangan tokoh terhadap sesuatu hal.
3. Alur
Merupakan rangkaian peristiwa yang membentuk jalannya suatu cerita novel. Alur dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: Alur maju atau progresif yaitu jika
peristiwa tersebut bergerak secara bertahap dengan berdasarkan urutan dari kronologis menuju alur cerita, dan sedangkan alur mundur atau flashback progresif, yaitu: terjadi karena ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung.
4. Gaya Bahasa
Merupakan alat utama pengarang dalam menggambarkan atau melukiskan serta menghidupkan cerita secara estetika. Jenis dari gaya bahasa ialah sebagai berikut:
Personifikasi, ialah suatu gaya bahasa yang menggambarkan atau mendeskripsikan macam-macam benda mati yaitu dengan cara memberikan berbagai macam sifat seperti manusia.
Simile atau perumpamaan, ialah suatu gaya bahasa yang menggambarkan sesuatu dengan perumpamaan atau pengibaratan.
Hiperbola, ialah suatu gaya bahasa yang menggambarkan sesuatu dengan cara berlebihan dengan tujuan memberikan efek yang berlebihan pula.
5. Latar/setting
Latar merupakan penggambaran akan terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita yang meliputi waktu, tempat, sosial budaya, dan juga keadaan lingkungan.
6. Sudut Pandang
Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Sampingan Tokoh ”aku” muncul tidak sebagai tokoh utama lagi, melainkan sebagai pelaku tambahan. Tokoh ”aku” hadir dalam jalan cerita hanya untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan kemudian ”dibiarkan” untuk dapat mengisahkan sendiri berbagai pengalaman yang dialaminya. Tokoh dari jalan cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang pada akhirnya akan menjadi tokoh utama, sebab ialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, serta berhubungan dengan tokoh-tokoh yang lainnya. Dengan demikian tokoh ”aku” cuman tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya sebuah cerita yang ditokohi oleh orang lain. Tokoh ”aku” pada umumnya hanya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
Sudut Pandang Orang Ketiga Serbatahu
Kisah cerita dari sudut ”dia”, namun pengarang atau narator dapat menceritakan apa saja hal-hal dan tindakan yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Pengarang mengetahui segalanya. 7. Amanat
Amanat merupakan pesan yang disampaikan dan terdapat pada cerita dalam novel.
Unsur Ekstrinsik
merupakan suatu unsur yang membangun karya sastra, yang berasal dari luar. diantaranya sbb:
1. Kapankah karya sastra itu dibuat.
2. Latar belakang kehidupan si pengarang.
3. Latar belakang sosial pengarang.
4. Biografi Pengaran.
5. Sejarah dan lian-lain.
Itulah ulasan singkat dari Pengertian Novel Menurut para ahli beserta unsur-unsurnya, semoga dapat membantu dan menambah wawasan kita
Diunduh dari http://www.seputarpendidikan.com/2015/11/pengertian-novel-menurut-para-ahli-dan-unsur-unsurnya.html
Rabu, 27 September 2017
Prinsip dan Prosedur Berbahasa Secara Lisan Secara Produktif
Prinsip dan Prosedur Berbahasa Secara Lisan Secara Produktif
Hakikat Keterampilan Berbicara
Berbicara merupakan keterampilan yang bersifat produkif dalam menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Penggunaan bahasa secara lisan dapat pula dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung adalah sebagai berikut: (a) pelafalan; (b) intonasi; (c) pilihan kata; (d) struktur kata dan kalimat; (e) sistematika pembicaraan; (f) isi pembicaraan; (g) cara memulai dan mengakhiri pembicaraan; dan (h) penampilan.
Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, berbicara merupakan keterampilan mereproduksikan arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan, perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan peralatan vokal seseorang (selaput suara, lidah, bibir, hidung, dan telinga) merupakan persyaratan alamiah yang mengizinkannya dapat mereproduksikan suatu ragam yang lugas dari bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggung jawab dengan melenyapkan problem kejiwaan, seperti rasa malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah.
Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) dengan memanfaatkan sejumlah alat komunikasi manusia untuk menyampaikan maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara juga merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.
1. Fungsi Keterampilan Berbicara
Pentingnya keterampilan berbicara atau bercerita dalam komunikasi juga diungkapkan oleh Supriyadi (2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun
profesional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antarindividu. Sedangkan, keuntungan profesional diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaa-pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan mendeskripsikan. Keterampilan berbahasa lisan tersebut memudahkan peserta didik berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain.
Kegiatan pembelajaran berbicara terbagi atas tiga, yaitu;
a) Tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara tingkat pemula meliputi: melafalkan bunyi-bunyi bahasa, menyampaikan informasi, menyatakan setuju atau tidak setuju, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan/bacaan, menyatakan ungkapan rasa hormat, dan bermain peran.
b) Tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara tingkat menengah dapat dirumuskan: menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan, melakukan wawancara, bermain peran, menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato.
c) Tingkat tinggi, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara tingkat tingg dapat dirumuskan: menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau hasil bacaan, berpartisipasi dalam wawancara, bermain peran, dan menyampaikan gagasan.
2. Prinsip Prosedur Berbicara
1) Berbicara sebagai Keterampilan Deskrit
Kata ‘deskrit’ diadaptasi dari bahasa Inggris ‘discrete’ yang artinya terpisah atau tersendiri. Bila pengertian ini dikaitkan dengan keterampilan berbahasa, maka kita dapat mengartikannya keterampilan berbicara sebagai keterampilan tersendiri yang tidak terintegrasi dengan keterampilan berbahasa yang lain (membaca, menyimak, dan menulis).
Konsep dasar berbicara menurut Logan (1972: 104-105) merupakan sarana berkomunikasi yang mencakup sembilan hal, yakni: (1) berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal; (2) berbicara adalah proses individu berkomunikasi, (3) berbicara adalah ekspresi kreatif, (4) berbicara adalah tingkah laku, (5) berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari,(6) berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman, (7) berbicara sarana memperluas cakrawala (8) kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat, (9) berbicara adalah pancaran pribadi.
2) Prinsip dan Prosedur Berbicara Secara Terintegratif Keterampilan Berbicara sebagai Kegiatan Integratif Berbahasa
Berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa memiliki kaitan dengan keterampilan berbahasa yang lainnya, yaitu menyimak, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.
(a) Hubungan Berbicara dengan Menyimak
Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan menyimak didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan berpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon, tanya-jawab, interview, dan sebagainya.
(b) Hubungan Berbicara dengan Membaca
Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi. Berbicara bersifat produktif, ekspresif melalui sarana bahasa lisan dan berfungsi sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat reseptif melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi.
Bahan pembicaraan sebagian besar didapat melalui kegiatan membaca. Semakin sering orang membaca semakin banyak informasi yang
diperolehnya. Hal ini merupakan pendorong bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan kembali informasi yang diperolehnya antara lain melalui berbicara.
(c) Hubungan Berbicara dengan Menulis
Kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua kegiatan itu berfungsi sebagai penyampai informasi. Penyampaian informasi melalui kegiatan berbicara disalurkan melalui bahasa lisan, sedangkan penyampaian informasi dalam kegiatan menulis disalurkan melalui bahasa tulis.
Informasi yang digunakan dalam berbicara dan menulis diperoleh melalui kegiatan menyimak ataupun membaca. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan dalam kegiatan berbicara menunjang keterampilan menulis. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan menunjang keterampilan berbicara.
3) Prinsip dan Prosedur Berbicara Sesuai Konteks Keterampilan Berbicara Sesuai Konteks Akademis, Formal, Vokasional Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1983:15) tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikombinasikan, dia harus mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengarnya, dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Menurut Djago, dkk (1997:37) tujuan pembicaraan biasanya dapat dibedakan atas lima golongan yaitu (1) menghibur, (2) menginformasikan, (3) menstimulasi, (4) meyakinkan, dan 5) menggerakkan.
Menurut Hartono berdasarkan lawan bicara, keterampilan berbicara dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu: (a) satu lawan satu, (b) satu lawan banyak, (c) banyak lawan satu,dan (d) banyak lawan banyak. Keterampilan berbicara berdasarkan maksud atau tujuan berbicara, dapat dikelompokkan menjadi sembilan bentuk, yaitu: (a) memberi perintah atau instruksi, (b) memberi nasehat, (c) memberi saran, (d) berpidato, (e) mengajar atau member ceramah, (f) berapat, (g) berunding, (h) pertemuan, (i) menginterview. Berdasarkan tingkat keformalannya, keterampilan berbicara dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu: (a) berbicara formal, (b) berbicara semi formal dan (c) berbicara informal. Berdasarkan ragam bahasa terdiri atas : (1) Akademisi: penggunaan bahasa oleh praktisi akademis, misalnya: dosen, ilmuwan (2) Formal : penggunaan bahasa oleh situasi formal, misalnya : sekolah, acara resmi (3) Vokasional: penggunaan bahasa pada jurusan atau bidang tertentu, misalnya: apoteker, notaries
3. Jenis-Jenis Keterampilan Berbicara
Bila diperhatikan mengenai bahasa pengajaran akan kita dapatkan berbagai jenis berbicara. Antara lain: diskusi, percakapan, pidato menjelaskan, pidato menghibur, ceramah.
1. Diskusi Diskusi adalah suatu pertukaran pikiran, gagasan, pendapat antara dua orang atau lebih secara lisan dengan tujuan mencari kesepakatan atau kesepahaman gagasan atau pendapat. Diskusi yang melibatkan beberapa orang disebut diskusi kelompok. Dalam diskusi kelompok dibutuhkan seorang pemimpin yang disebut ketua diskusi. Tugas ketua diskusi adalah membuka dan menutup diskusi, membangkitkan minat anggota untuk menyampaikan gagasan, menengahi anggota yang berdebat, serta mengemukakan kesimpulan hasil diskusi.
2. Wawancara Wawancara merup[akan salah satu keterampilan berbicara yang digunakan sebagai metode pengumpulan bahan berita. Pelaksanaannya bisa dilakukan secara langsung (tatap muka) atau secara tak langsung (melalui telepon, internet, atau surat). Ada dua tahapan dalam melakukan wawancara, yaiu tahap persiapan (penentuan topik pembicaraan,rumusan pertanyaan, dan penentuan narasumber) dan tahap palaksanaan wawancara. 3. Pidato Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau berorasi untuk menyatakan pendapatnya, atau memberikan gambaran tentang suatu hal. Pidato biasanya dibawakan oleh seorang yang memberikan orasi-orasi, dan pernyataan tentang suatu hal/peristiwa yang penting dan patut diperbincangkan. Pidato biasanya digunakan oleh seorang pemimpin untuk memimpin dan berorasi di depan banyak orang atau khalayak ramai.
Hakikat Keterampilan Berbicara
Berbicara merupakan keterampilan yang bersifat produkif dalam menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Penggunaan bahasa secara lisan dapat pula dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung adalah sebagai berikut: (a) pelafalan; (b) intonasi; (c) pilihan kata; (d) struktur kata dan kalimat; (e) sistematika pembicaraan; (f) isi pembicaraan; (g) cara memulai dan mengakhiri pembicaraan; dan (h) penampilan.
Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, berbicara merupakan keterampilan mereproduksikan arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan, perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan peralatan vokal seseorang (selaput suara, lidah, bibir, hidung, dan telinga) merupakan persyaratan alamiah yang mengizinkannya dapat mereproduksikan suatu ragam yang lugas dari bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggung jawab dengan melenyapkan problem kejiwaan, seperti rasa malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah.
Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) dengan memanfaatkan sejumlah alat komunikasi manusia untuk menyampaikan maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara juga merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.
1. Fungsi Keterampilan Berbicara
Pentingnya keterampilan berbicara atau bercerita dalam komunikasi juga diungkapkan oleh Supriyadi (2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun
profesional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antarindividu. Sedangkan, keuntungan profesional diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaa-pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan mendeskripsikan. Keterampilan berbahasa lisan tersebut memudahkan peserta didik berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain.
Kegiatan pembelajaran berbicara terbagi atas tiga, yaitu;
a) Tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara tingkat pemula meliputi: melafalkan bunyi-bunyi bahasa, menyampaikan informasi, menyatakan setuju atau tidak setuju, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan/bacaan, menyatakan ungkapan rasa hormat, dan bermain peran.
b) Tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara tingkat menengah dapat dirumuskan: menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan, melakukan wawancara, bermain peran, menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato.
c) Tingkat tinggi, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara tingkat tingg dapat dirumuskan: menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau hasil bacaan, berpartisipasi dalam wawancara, bermain peran, dan menyampaikan gagasan.
2. Prinsip Prosedur Berbicara
1) Berbicara sebagai Keterampilan Deskrit
Kata ‘deskrit’ diadaptasi dari bahasa Inggris ‘discrete’ yang artinya terpisah atau tersendiri. Bila pengertian ini dikaitkan dengan keterampilan berbahasa, maka kita dapat mengartikannya keterampilan berbicara sebagai keterampilan tersendiri yang tidak terintegrasi dengan keterampilan berbahasa yang lain (membaca, menyimak, dan menulis).
Konsep dasar berbicara menurut Logan (1972: 104-105) merupakan sarana berkomunikasi yang mencakup sembilan hal, yakni: (1) berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal; (2) berbicara adalah proses individu berkomunikasi, (3) berbicara adalah ekspresi kreatif, (4) berbicara adalah tingkah laku, (5) berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari,(6) berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman, (7) berbicara sarana memperluas cakrawala (8) kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat, (9) berbicara adalah pancaran pribadi.
2) Prinsip dan Prosedur Berbicara Secara Terintegratif Keterampilan Berbicara sebagai Kegiatan Integratif Berbahasa
Berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa memiliki kaitan dengan keterampilan berbahasa yang lainnya, yaitu menyimak, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.
(a) Hubungan Berbicara dengan Menyimak
Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan menyimak didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan berpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon, tanya-jawab, interview, dan sebagainya.
(b) Hubungan Berbicara dengan Membaca
Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi. Berbicara bersifat produktif, ekspresif melalui sarana bahasa lisan dan berfungsi sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat reseptif melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi.
Bahan pembicaraan sebagian besar didapat melalui kegiatan membaca. Semakin sering orang membaca semakin banyak informasi yang
diperolehnya. Hal ini merupakan pendorong bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan kembali informasi yang diperolehnya antara lain melalui berbicara.
(c) Hubungan Berbicara dengan Menulis
Kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua kegiatan itu berfungsi sebagai penyampai informasi. Penyampaian informasi melalui kegiatan berbicara disalurkan melalui bahasa lisan, sedangkan penyampaian informasi dalam kegiatan menulis disalurkan melalui bahasa tulis.
Informasi yang digunakan dalam berbicara dan menulis diperoleh melalui kegiatan menyimak ataupun membaca. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan dalam kegiatan berbicara menunjang keterampilan menulis. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan menunjang keterampilan berbicara.
3) Prinsip dan Prosedur Berbicara Sesuai Konteks Keterampilan Berbicara Sesuai Konteks Akademis, Formal, Vokasional Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1983:15) tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikombinasikan, dia harus mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengarnya, dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Menurut Djago, dkk (1997:37) tujuan pembicaraan biasanya dapat dibedakan atas lima golongan yaitu (1) menghibur, (2) menginformasikan, (3) menstimulasi, (4) meyakinkan, dan 5) menggerakkan.
Menurut Hartono berdasarkan lawan bicara, keterampilan berbicara dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu: (a) satu lawan satu, (b) satu lawan banyak, (c) banyak lawan satu,dan (d) banyak lawan banyak. Keterampilan berbicara berdasarkan maksud atau tujuan berbicara, dapat dikelompokkan menjadi sembilan bentuk, yaitu: (a) memberi perintah atau instruksi, (b) memberi nasehat, (c) memberi saran, (d) berpidato, (e) mengajar atau member ceramah, (f) berapat, (g) berunding, (h) pertemuan, (i) menginterview. Berdasarkan tingkat keformalannya, keterampilan berbicara dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu: (a) berbicara formal, (b) berbicara semi formal dan (c) berbicara informal. Berdasarkan ragam bahasa terdiri atas : (1) Akademisi: penggunaan bahasa oleh praktisi akademis, misalnya: dosen, ilmuwan (2) Formal : penggunaan bahasa oleh situasi formal, misalnya : sekolah, acara resmi (3) Vokasional: penggunaan bahasa pada jurusan atau bidang tertentu, misalnya: apoteker, notaries
3. Jenis-Jenis Keterampilan Berbicara
Bila diperhatikan mengenai bahasa pengajaran akan kita dapatkan berbagai jenis berbicara. Antara lain: diskusi, percakapan, pidato menjelaskan, pidato menghibur, ceramah.
1. Diskusi Diskusi adalah suatu pertukaran pikiran, gagasan, pendapat antara dua orang atau lebih secara lisan dengan tujuan mencari kesepakatan atau kesepahaman gagasan atau pendapat. Diskusi yang melibatkan beberapa orang disebut diskusi kelompok. Dalam diskusi kelompok dibutuhkan seorang pemimpin yang disebut ketua diskusi. Tugas ketua diskusi adalah membuka dan menutup diskusi, membangkitkan minat anggota untuk menyampaikan gagasan, menengahi anggota yang berdebat, serta mengemukakan kesimpulan hasil diskusi.
2. Wawancara Wawancara merup[akan salah satu keterampilan berbicara yang digunakan sebagai metode pengumpulan bahan berita. Pelaksanaannya bisa dilakukan secara langsung (tatap muka) atau secara tak langsung (melalui telepon, internet, atau surat). Ada dua tahapan dalam melakukan wawancara, yaiu tahap persiapan (penentuan topik pembicaraan,rumusan pertanyaan, dan penentuan narasumber) dan tahap palaksanaan wawancara. 3. Pidato Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau berorasi untuk menyatakan pendapatnya, atau memberikan gambaran tentang suatu hal. Pidato biasanya dibawakan oleh seorang yang memberikan orasi-orasi, dan pernyataan tentang suatu hal/peristiwa yang penting dan patut diperbincangkan. Pidato biasanya digunakan oleh seorang pemimpin untuk memimpin dan berorasi di depan banyak orang atau khalayak ramai.
RAGAM BAHASA
Ragam Bahasa
a. Pengertian Ragam Bahasa
Sebagian gejala sosial, pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor kebahasaan, tetapi juga oleh faktor-faktor di luar kebahasaan. Faktor-faktor di luar kebahasaan yang berpengaruh terhadap pemakaian bahasa antara lain faktor lokasi geografis, waktu, sosiokultural, dan faktor situasi. Adanya faktor-faktor tersebut menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam pemakaian bahasa. Perbedaan tersebut akan tampak dalam segi pelafalan, pemilihan kata, dan penerapan kaidah tata bahasa. Perbedaan atau varian dalam bahasa yang masing-masing menyerupai pola umum bahasa induk disebut ragam bahasa.
Ragam bahasa yang berhubungan dengan faktor daerah atau letak geografis atau sering disebut dialek saja. Bahasa jawa dialek Banyumas berbeda dengan bahasa Jawa dialek Solo walaupun keduanya satu bahasa. Demikian pula Bahasa Sunda dialek Priangan berbeda dengan bahasa Sunda dialek Banten, bahasa Melayu dialek Jakarta berbeda dengan bahasa Melayu dialek Manado dan berbeda pula dengan bahasa Melayu dialek Deli.
Ragam bahasa yang berkaitan dengan perkembangan waktu disebut kronolek. Misalnya, bahasa Melayu masa kerajaan Sriwijayaberbeda dengan bahasa Melayu masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsji dan berbeda pula dengan bahasa Melayu Riau sekarang.
Ragam bahasa yang berkaitan dengan golongan sosial para penuturnya disebut dialek sosial. Faktor-faktor sosial yang memengaruhi pemakaian bahasa antara lain tingkat pendidikan, usia, dan tingkat sosial ekonomi. Bahasa golongan buruh, bahasa golongan atas (bangsawan dan orang-orang berada), dan bahasa golongan menengah (orang-orang terpelajar) akan memperlihatkan perbedaan. Dalam bidang tata bunyi, misalnya, bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/ sering terdapat dalam ujaran kaum yang berpendidikan seperti pada bentuk fadil, fakultas, film, fitnah, dan kompleks.
Bagi orang yang tidakdapat menikmati pendidikan formal, bentuk-bentuk tersebut sering diucapkan padil, pakultas, pilm, pitnah, dan komplek. Demikian pula, ungkapan “apanya, dong?” dan “trims” yang disebut bahasa prokem sering diidentikkan dengan bahasa anak-anak muda.
a. Pengertian Ragam Bahasa
Sebagian gejala sosial, pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor kebahasaan, tetapi juga oleh faktor-faktor di luar kebahasaan. Faktor-faktor di luar kebahasaan yang berpengaruh terhadap pemakaian bahasa antara lain faktor lokasi geografis, waktu, sosiokultural, dan faktor situasi. Adanya faktor-faktor tersebut menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam pemakaian bahasa. Perbedaan tersebut akan tampak dalam segi pelafalan, pemilihan kata, dan penerapan kaidah tata bahasa. Perbedaan atau varian dalam bahasa yang masing-masing menyerupai pola umum bahasa induk disebut ragam bahasa.
Ragam bahasa yang berhubungan dengan faktor daerah atau letak geografis atau sering disebut dialek saja. Bahasa jawa dialek Banyumas berbeda dengan bahasa Jawa dialek Solo walaupun keduanya satu bahasa. Demikian pula Bahasa Sunda dialek Priangan berbeda dengan bahasa Sunda dialek Banten, bahasa Melayu dialek Jakarta berbeda dengan bahasa Melayu dialek Manado dan berbeda pula dengan bahasa Melayu dialek Deli.
Ragam bahasa yang berkaitan dengan perkembangan waktu disebut kronolek. Misalnya, bahasa Melayu masa kerajaan Sriwijayaberbeda dengan bahasa Melayu masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsji dan berbeda pula dengan bahasa Melayu Riau sekarang.
Ragam bahasa yang berkaitan dengan golongan sosial para penuturnya disebut dialek sosial. Faktor-faktor sosial yang memengaruhi pemakaian bahasa antara lain tingkat pendidikan, usia, dan tingkat sosial ekonomi. Bahasa golongan buruh, bahasa golongan atas (bangsawan dan orang-orang berada), dan bahasa golongan menengah (orang-orang terpelajar) akan memperlihatkan perbedaan. Dalam bidang tata bunyi, misalnya, bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/ sering terdapat dalam ujaran kaum yang berpendidikan seperti pada bentuk fadil, fakultas, film, fitnah, dan kompleks.
Bagi orang yang tidakdapat menikmati pendidikan formal, bentuk-bentuk tersebut sering diucapkan padil, pakultas, pilm, pitnah, dan komplek. Demikian pula, ungkapan “apanya, dong?” dan “trims” yang disebut bahasa prokem sering diidentikkan dengan bahasa anak-anak muda.
Selasa, 26 September 2017
Contoh Teks Prosedur
Teks prosedur Hasil Wawancara
"PUSTAKAWAN"
"PUSTAKAWAN"
Narasumber: Bapak wandi setiawan
Pernayataan umum:
Pustakawan adalah seseorang yang bekerja di perpustakaan dan membantu orang untuk menemukan buku,menjalankan dan informasi lain.
Pustakawan adalah seseorang yang bekerja di perpustakaan dan membantu orang untuk menemukan buku,menjalankan dan informasi lain.
Kami telah mewawancarai seorang pustakawan disekolah.Kami bertanya kepada beliau bagaimana cara-cara "menjadi seorang pustakawan",beliau menjawab.
Yang pertama,kita harus kuliah dulu di jurusan pustakawan
Yang kedua,ada beberapa syarat-syarat yang harus di ketahui.Syarat itu adalah
Harus ada niat atau kemauan yang kuat,kita harus memiliki gelar pustakawan,kemudian kita harus memiliki sikap yang ulet dan teliti ketika kita sudah menjadi seorang pustakawan,selanjutnya kita harus disiplin.
Yang ketiga,sebagai seorang pustakawan kita harus mempunyai ide-ide yang menarik dan membuat siswa dan siswi merasa tertarik,kemudian harus membuat ruangan perpustakaan yang nyaman.
Yang keempat,apabila kita sudah menjadi pustakawan kita harus mempunyai sifat yang ramah,santun dan tegas ketika ada seorang siswa yang melanggar aturan.
Yang pertama,kita harus kuliah dulu di jurusan pustakawan
Yang kedua,ada beberapa syarat-syarat yang harus di ketahui.Syarat itu adalah
Harus ada niat atau kemauan yang kuat,kita harus memiliki gelar pustakawan,kemudian kita harus memiliki sikap yang ulet dan teliti ketika kita sudah menjadi seorang pustakawan,selanjutnya kita harus disiplin.
Yang ketiga,sebagai seorang pustakawan kita harus mempunyai ide-ide yang menarik dan membuat siswa dan siswi merasa tertarik,kemudian harus membuat ruangan perpustakaan yang nyaman.
Yang keempat,apabila kita sudah menjadi pustakawan kita harus mempunyai sifat yang ramah,santun dan tegas ketika ada seorang siswa yang melanggar aturan.
Kelas XI mipa 2
Kelompok:4
-Ismi Nuraliyah
-Linda Hayati
-Risa
-Risnawati
-Sheeta Andini Alamsyah
-Bilal Ilham
-Didin Saepudin
Kelompok:4
-Ismi Nuraliyah
-Linda Hayati
-Risa
-Risnawati
-Sheeta Andini Alamsyah
-Bilal Ilham
-Didin Saepudin
Contoh Surat Lamaran Pekerjaan
SURAT LAMARAN PEKERJAAN
Kepada Yth
HRD Bank BRI
Jln.jendral Sudirman no.49
Karawang Barat
HRD Bank BRI
Jln.jendral Sudirman no.49
Karawang Barat
Perihal : Lamaran Kerja
Dengan hormat,
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini
nama : Dita Novia Rizky
alamat : Kp.Tapos Rt 03/01
Desa Cikidang
Kec.Cikidang
ttl : Sukabumi,11 Nov 1999
jenis kelamin : Perempuan
agama : Islam
pendidikan Terakhir : SMA
keterangan : Melamar pekerjaan
No.telepon : 082311276473
alamat : Kp.Tapos Rt 03/01
Desa Cikidang
Kec.Cikidang
ttl : Sukabumi,11 Nov 1999
jenis kelamin : Perempuan
agama : Islam
pendidikan Terakhir : SMA
keterangan : Melamar pekerjaan
No.telepon : 082311276473
Dengan ini saya mengajukan lamaran pekerjaan di perusahaan yang bapak/ibu pimpin sebagai Marketing.
Dengan surat ini saya siap untuk memberikan dedikasi dan kompetensi baik waktu dan tenaga saya,apabila diperlukan dan sangat besar harapan saya agar dapat diberikan kesempatan wawancara maupun tes lainnya.
Dengan surat ini saya siap untuk memberikan dedikasi dan kompetensi baik waktu dan tenaga saya,apabila diperlukan dan sangat besar harapan saya agar dapat diberikan kesempatan wawancara maupun tes lainnya.
Sebagai bahan pertimbangan,
Saya lampirkan surat :
1.Daftar riwayat hidup
2.foto copy ijazah
3.foto copy Ktp
4.pas Foto
5.fotocopy transik nilai
Saya lampirkan surat :
1.Daftar riwayat hidup
2.foto copy ijazah
3.foto copy Ktp
4.pas Foto
5.fotocopy transik nilai
Demikian surat lamaran kerja ini,saya ucapkan banyak terimakasih atas perhatian bpk/ibu.
Hormat saya
MENJADI AKTOR SEBENARNYA
Oleh :
Muh. Herdi Sigit Iswanto, S.Pd
NPM : 88101161017
Istilah bermain
peran sering kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita terkadang
menafsirkan kata bermain peran cenderung mengartikan kepada seorang Artis,
tokoh dalam sebuah cerita atau dalam layar kaca sebagai pemain sinetron.
Tentunya itu anggapan
yang kurang tepat. Padahal dalam kehidupan nyata kita pun sedang menjalankan
peran kita sesuai dengan tugas kita masing-masing, sesuai dengan propesi, usia, tempat tinggal, jabatan dan hal lain
yang melekat di diri kita.Ada peran jahat, ada peran pura-pura, munafik, baik,
lugu dsb.
Menjadi pemeran drama tentunya dibutuhkan hal –hal dasar yang harus kita
punyai sebagai dasar pengetahuan secara teori atau bekal nyata dalam
menjalankan akting yang ditugaskan kita dalam bermain peran.
Kita lihat dulu
secara kajian teori menurut Suwardi Endaswara (2014:58) bahwa kita dalam
memerankan peran sebuah lakon harus menguasai hal berikut ini.
1.
Sensitif, artinya
memiliki kepekaan emosional, mudah terangsang, dan tanggap sasmita.
2.
Sensibel, berarti berfikiran
sehat, bijaksana dalam gerak memiliki kata-kata yang menyejukan suasana
3.
Kualitas personal
yang memadai, yaitu kepribadian yang pantas dicontoh, tidak terlalu vulgar.
4.
Daya imajinasi yang
kuat, penuh dengan bayangan, mampu membangun dunia lain, mengingatkan tokoh
lain secara imajiner.
5.
Stamina fisik dan
mental yang baik, sehat jasmani rohani, tidak cacat.
Memerankan drama
adalah memerankan kehidupan kita yang merupakan miniatur kehidupan kita yang
sebenarnya. Dilihat dari teori diatas yang dikemukakan oleh Suwardi Endaswara,
tentunya kita belajar teori drama yang kelak akan kita taungkan dan kita
aplikasikan dalam kehidupan yang nyata.
Berperan yang
sebenarnya, tentunya benar adanya kita harus mempunyai kepekaan emosional yang
tinggi, kepekaan emosional ini kita semestinya bisa mampu mengatur,
mengendalikan rasa tersebut untuk bisa beradaptasi diri dengan lingkungan yang
ada di keluarga masyarakat, tempat kerja, dan di berbagai aktivitas lainya
sehingga kita bisa beradaptasi dan diterima di komunitas tempat kita berada.
Pada saat emosional yang kita punya mampu kita kendalikan tentunya kita akan
mudah dan peka terhadap lingkungan sekitar seperti pribahasa yang bisa kita
jadikan acuan yang berbunyi “Dimana bumi dipijak disitu langit dijungjung.”
Memaknai sensibel
berarti kita mampu berpikiran sehat, teori dalam seni peran atau aktor ini
sungguh luar biasa, pada saat kita terapkan dalam kehidupan yang nyata dan sebenarnya,
kita haruslah memandang sesuatu itu dengan hal yang positif, berprasangka baik
terhadap sesuatu, sesalu melihat dengan menggunakan kacamata positif,
transparan terbuka dan jauh dari sangkaan yang kurang tepat dan tidak memandang
orang dengan kacamata kita sendiri.
Bila teori ini
mampu kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari niscaya rasa curiga yang
berlebihan terhadap orang lain semakin sedikit dan bila semua Aktor atau kita
melakukan hal ini dalam drama yang sebenarnya dalam kehidupan tentunya bahasa,
sikap dan tingkah laku perbuatan kita akan
mengarah ke hal yang baik dan disinilah akan tercipta suasana damai
sepanjang kita berhubungan dengan orang lain karena berbagai masalah,
kecurigaan bisa diselesaikan dengan cara berbahasa berkomunikasi yang baik dan
terciptalah suasa yang sejuk damai dan tentram.
Selanjutnya kita
bisa mengadopsi teori drama yang lain yaitu Kualitas personal yang memadai bisa
kita maknai dengan kecakapan seseorang dalam bermain peran. Dalam kehidupan
kita sehari-hari tentunya kualitas personal ini menyangkut banyak hal.
Seseorang yang
mempunyai kualitas personal yang baik dan dapat diterima dalam kehidupan nyata
tentunya harus dilandasi dengan pedoman agama yang kuat, agama dijadikan
sebagai pondasi yang kokoh untuk membentuk personal tak tergoyahkan.
Seseorang
yang ingin mempunyai kualitas personal harus
sadar akan dirinya sendiri dahulu, baik kelebihan maupun kekurangannya. Dengan
kesadaran diri yang penuh, seseorang perlu mengatur diri sendiri untuk dapat
mencapai harapan atau tujuan hidup. Perencanaan yang matang dan pelaksanaan
rencana secara tepat dengan potensi yang dimiliki akan mempermudah seseorang
mencapai tujuan hidup. Tak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk beradaptasi
terhadap lingkungan, akan mempermudah kita dalam membawa diri, dan pengendalian
emosi sangat penting dalam bergaul. Secara singkat, untuk pengaturan diri
diperlukan kemampuan untuk mengelola waktu dan emosi secara efektif, dan
menentukan prioritas. Bahwa kegagalan yang terjadi ketika sedang berusaha
mengubah diri dan lingkungan bukan akhir dari segalanya. Selain itu, perlu
disadari bahwa berhasil tidaknya seseorang, sebagian besar ditentukan oleh diri
sendiri. Bahwa setiap kehidupan berjalan terus melalui perubahan dari waktu ke
waktu. Untuk itu, agar seseorang “tidak tersiksa” dengan berbagai perubahan
yang ada, maka harus ada upaya untuk mengembangkan kemauan untuk berubah dalam
diri kita sendiri. Tanpa itu semua, maka kehidupan ini akan stagnan dan
monoton. Persepsi-sikaptindakan- dan kebiasaan merupakan siklus yang umum dari
sebuah fenomena upaya seseorang mampu mengelola perubahan. Dalam dunia
penyuluhan, untuk membiasakan seseorang atas perubahan, seyogyanya harus
dimulai dari kebutuhan dan kesadaran diri. Tanpa kesadaran diri yang penuh,
maka bisa jadi seseorang akan kembali ke titik semula. artinya hanya perubahan
semu yang terjadi. Banyak contoh ketika perubahan itu bukan karena kesadaran
diri. Misalnya budaya tertib lalu lintas, pengendara motor tanpa helm, dan
hanya menggunakan helm jika ada polisi atau ada razia; membuang sampah tidak
pada tempatnya, dan sebagainya.
Berikutnya kita
akan membahas tentang teori drama yang mengatakan bahwa kita ingin menjadi
seorang aktor harus mempunyai daya imajinasi yang kuat, penuh dengan bayangan,
mampu membangun dunia lain, mengingatkan tokoh lain secara imajiner.
Sudahkah kita
memiliki hal seperti yang di dalam teori aktor?
Kita lihat makna kata imajinasi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia imajinasi/ima·ji·na·si/ n 1 daya
pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian
berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang; 2 khayalan.
Kehidupan nyata kita haruslah penuh dengan imajinasi, khayalan. Imajinasi
dan khayalan yang positif tentunya sangat baik dan menguntungkan bagi kita.
Daya imajinasi dan cara berpikir dan melakukan usaha ke arah yang selalu
positif itu adalah cita-cita.
Seseorang yang mempunyai daya imajinasi tinggi boleh dikatakan dia
mempunyai cita-cita yang tinggi pula, dia akan berusaha selalu mewujudkannya
khayalan atau imajinasinya selalu menjadikannya nya sebuah motivasi dalam
menjalankan kehidupan yang dijalaninya dengan kuat dan berusaha untuk membuat
mimpi-mimpinya menjadi nyata. Gapailah cita-cita mu setinggi langit bila kau
jatuh masih berada diantara bintang-bintang yang bertaburan.
Ini adalah teori
terakhir menjadi aktor yang baik yang memerlukan Stamina fisik dan mental yang
baik, sehat jasmani rohani, tidak cacat.
Bila kita terapkan
dalam kehidupan yang nyata kondisi seperti ini harus kita punyai, kita tak
mungkin menjalani aktifitas dengan keadaan lemah secara fisik dan sakit. Sehat
rohani tentunya kita tetap harus mempunyai pandangan kedepan visioner.
Pada saat kita
lemah secara mental tentunya kita akan banyak tergangu dalam berbagai aktivitas
fisik, kehilangan semangat kerja, menemukan titik buntu dalam memecahkan
masalah dan banyak persoalan yang melilit pada diri kita yang tak mampu kita
pecahkan.
Kita dapat belajar
dari teori bermain Aktor untuk menjadi aktor yang sebenarnya.
Kepura-puraan dalam
sebuah dunia pentas, bisa kita ambil hikmah dan manfaatnya dalam kehidupan
nyata.
Kita adalah umat
manusia yang secara kodrati sudah di berikan peran masing-masing oleh Tuhan,
tinggal bagaimana kita menjalankan peran kita masing-masing sebagai kholifah di
muka bumi ini. Karakter tokoh dan penokohan sudah barang tentu merupakan watak
diri seseorang yang harus kita maklumi bersama sebagai anugerah perbedaan yang
akan menjadikan segala perbedaan itu menjadi indah pada saat kita memahami
masing-masing individu tokoh yang kita perankan.
Belajar teori drama
dan berusaha menuangkan teori kedalam sebuah praktek nyata, alangkah
bijaksananya kita dalam berkehidupan yang nyata tidak perlu ada dusta,
sindiran, kenakan topeng supaya kelihatan tampil beda, tentu bukan itu.
Dalam kenyataannya
kita sudah di berikan peran yang pasti oleh yang maha kuasa.
Untuk apa lagi kita
bersandiwara.
Mengapa kita
bersandiwara.
Rabu, 20 September 2017
Mengatasi Siswa Kurang Disiplin
Anak yang suka kesingan
pada saat datang ke sekolah terkadang selalu membuat jengkel seorang guru, dan
membuat malu lembaga pendidikan di mata masyarakat di sekitarnya.
Masyarakat bisa saja
mengatakan bahwa anak yang kesiangan tersebut tidak pernah di nasehati atau di
tegur oleh gurunya di sekolah, karena masyarakat sering melihat anak tersebut
biasa datang siang.
“Seribu alasan” begitu
mungkin sekelumit syair lagu yang selalu mereka nyayikan di pagi hari bila
mereka kesiangan; tidak ada yang membangunkan, angkotnya telat, ban motor
bocor, mengatar soudara ke pasar, kehabisan bensin, hujan, jalan licin, dan
sebagainya alasan yang terlontar dari mulut mereka.
Pada kesempatan ini saya
ingin berbagi pengalaman pada saat menghadapi anak yang suka datang terlambat
ke sekolah (kesiangan):
1. Ajak
ngobrol dengan santai sebelum mereka masuk ruangan kelas.
Mengajak
berbicara dari hati ke hati bisa menyadarkan anak untuk tidak terlambat ke
sekolah, bertanya tempat tinggal, asal usul orang tuannya, hoby dan obrolan ringan
seputar kepribadian anak. Ini akan mengganggu jam pelajaran pertama, tapi ini
sebuah resiko yang harus kita ambil, untuk memutus kebiasaan buruk mereka
datang terlambat, dengan harapan, hari
esok dia tidak datang terlambat kembali
2. Berikan
gambaran masa depan
Setelah
kita mengajak berbicara tentang kepribadian siswa coba dengan memberikan arahan
masa depan kehidupan dia berkarir di masyarakat atau pada saat bekerja. Berikan
ilustrasi yang jelas bila seseorang lalai untuk datang pagi. Sebagai contoh
Anak tersebut kita ilustrasikan di terima di kesatuan TNI/Polri, Bila kebiasaan
buruk datang terlambat kesekolah tida berubah tentunya akan repot dia mengikuti
mekanisme dan cara pendisilinan yang lebih keras.
Dengan
cara diingatkan ke hal tersebut mudah-mudahan mereka bisa sadar.
3. Tulis di
jurnal guru piket dan laporkan ke Kesiswaan
Catatan
tentang mereka yang datang terlambat (kesiangan) harus kita tindak lanjuti,
kita bisa mengkonsultasikan dengan Guru BK/Wali kelas agar semua rekan guru
menjadi tahu dengan harapan mereka sadar bahwa yang menangani hal keterlambatan
datang kesekolah bukan urusan satu guru saja.
4. Cek
secara berkala
Bila
sudah terlalu sering dan belum menunjukan perubahan, bukti catatan yang sudah
kita punyai, kita tunjukan kepada siswa dan ajak mereka untuk berkonsultasi; mengapa belum juga mampu berubah?
5. Layangkan
surat pemanggilan kepada orang Tua/Wali
Jurus
mungkin yang bisa disebut ampuh adalah hadirkan orang tua wali siswa untuk
datang kesekolah, bersama-sama kita ingatkan kembali tentang prilaku kesiangan
putra/putrintya.
Ini
hanya kros cek saja dan soft terapi sehingga ada dua manfaat : 1) kita bisa
bertemu dengan orang tuannya, dan bisa bersilahturahmi, dan yang kedua 2) anak
menjadi jera dengan perbuatan dia yang sering datang terlambat, dan mengakui
secara sadar bahwa kesiangan yang mereka lakukan diketahui oleh orang tuannya
juga.
Demikian
sedikit saran terhadap penanganan siswa yang sering terlambat bagi rekan-rekan
yang terkadang kit merasa bosan untuk menanganinya, dan terkadang kita
mempunyai perasaan marah kepada mereka.
Selamat
mencoba.
Langganan:
Postingan (Atom)