Pengertian Apresiasi

https://ecolivenews.wordpress.com/2014/05/05/cabang-cabang-seni-rupa-dan-kegiatan-apresiasi/
Secara etimologis,
apresiasi berasal dari bahasa Inggris appreciaton, kata itu berarti
penghargaan, penilaian, pengertian, bentuk itu berasal dari kata verjato
appreciate yang berarti menghargai, menilai, mengerti. Aminudin (1987:34)
mengemukakan bahwa apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau
kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan
pengarang. Apresiasi dikembangkan dengan menumbuhkan sikap sungguh-sungguh dan
melaksanakan kegiatan apresiasi sebagai bagian hidupnya dan sebagai satu
kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya.
Apresiasi dalam
suatu karya mempunyai tingkatan. Waluyo (2002:45) membagi tingkatan apresiasi
meliputi, (1) tingkat menggemari, (2) tingkat menikmati, (3) tingkat mereaksi,
dan (4) tingkat produktif. Pada tingkat menggemari keterlibatan pembaca batinnya
belum kuat. Pada tingkat menikmati, keterlibatan batin pembaca terhadap karya
sastra sudah semakin mendalam. Pada tingkat mereaksi, sikap kiritis terhadap
karya sastra semakin menonjol karena ia mampu menafsirkan dengan seksama dan ia
mampu menyatakan keindahan dan menunjukkan dimana letak keindahan itu. Pada
tingkat produktif, apresiator puisi mampu menghasilkan, mengkritik,
menghasilkan, mendeklamasikan, atau membuat resensi terhadap puisi secara
tertulis.
Sastra adalah
hasil kegiatan kreatif manusia dalam mengungkapkan penghayatannya dengan
menggunakan bahasa. Jika diteliti pengertian tersebut ada dua pernyataan yang
menjelaskan istilah sastra. Pertama, “mengungkapkan penghayatan” dan
yang kedua “kegiatan kreatif”. Mengungkapkan penghayatan menyiratkan
bahwa sastra itu berawal dari penghayatan terhadap sesuatu yang kemudian
diungkapkan dengan menggunakan bahasa. Penghayatan itu bisa terhadap
benda-benda, atau hal lain termasuk karya sastra lain. “Mengungkapkan
penghayatan” yang menghasilkan karya sastra diperlukan kreativitas. Tanpa
kreativitas tidak akan lahir karya seni.
Apresiasi sastra,
adalah kegiatan untuk mengakrabi karya sastra dengan sungguh-sungguh. Di dalam
mengakrabi terjadi proses pengenalan, pemahaman, penghayatan, dan
setelah itu penerapan.
Dalam proses pengenalan,
penonton atau pembaca akan mulai menemukan ciri-ciri umum yang tampak,
misalnya kita sudah mengenal judul, pengarang, atau bentuk karya sastra umum.
Dengan kata lain, proses pengenalan pembaca atau penonton sudah mengenal
judul dari puisi, mengenal siapa pengarang puisi atau jenis sastra lain. seperti
novel, cerpen, dan drama. Setelah proses pengenalan akan timbul keinginan untuk
mengetahui lebih lanjut tentang karya tersebut.
Pemahaman, kadang
apresiator mudah untuk memahami kadang pula sulit. Jika hal ini terjadi perlu
ditempuh upaya untuk mencapainya. Umpamanya dalam memahami puisi terlebih
dahulu dicari penjelasan kata-kata sulit, membubuhkan tanda penghubung,
membubuhkan tanda baca. Dengan demikian, pemahaman akan tercapai.
Proses penghayatan,
dapat dilihat dari indikator yang dialami pembaca atau penonton
(apresiator). Umpamanya saat kita membaca novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck di mana percintaan dua anak manusia yang tidak kesampaian, begitu
kita membaca surat terakhir Hayati yang mengiba-iba dia menulis .”selamat
tinggal Zainuddin, dan biarlah penutup surat ini kuambil perkataan yang paling
enak kuucapkan di mulutku dan agaknya entah dengan itu kututup hayatku di
samping menyebut kalimat syahadat, yaitu: Aku cinta akan engkau, dan kalau
kumati , adalah kematianku di dalam mengenangkan engkau”....
Ketika kita
membaca lalu merenung, kemungkinan timbul perasaan sedih, gunda, dan iba, yang
seakan-akan diri kitalah yang berlakon dalam surat itu. Di sisi lain, kita menyaksikan
tayangan Trans TV acara Ekstravaganza, tanpa sadar kita
terpingkel-pingkel tertawa karena kelucuan tokoh-tokohnya, menyaksikan banyolan
di layar tancap, parodi yang digelar oleh anak-anak teater. Apabila
kita merasakan sedih, gembira, atau apa saja karena rangsangan bacaan atau
tontonan tersebut seolah-olah kita mendengar, melihat sesuatu. Hal ini terjadi,
berarti kita sebagai apresiator sudah terlibat dengan karya yang sedang
diapresiasinya itu.
Proses penikmatan,
timbul karena merasa berhasil dalam menerima pengalaman orang lain, yaitu
bertambah pengalaman sehingga dapat menghadapi kehidupan dengan lebih baik;
menikmati sesuatu dengan sesuatu itu sendiri, yaitu kenikmatan estetis.
Indikator wilayah penikmatan, kita dapat bertanya kepada diri sendiri: Sudahkah
saya menemukan pengalaman pengarang? Jika jawabnya ya, coba kita gambarkan
bagaimana proses penemuan itu. Mungkin Anda tersentuh dengan latar suatu
cerita, umpamanya roman ateis (Anda sudah mengenal Bandung) merasa
nikmat ketika pengarang melukiskan bagaimana indahnya kota Bandung pada masa
itu dengan delman, gadis-gadis yang berkebaya dan berpayung, serta latar yang
sejuk dan rimbun dengan pepohonan. Selain rasa kagum, Anda merasa terlepas dari
beban, merasa ada teman, karena nilai-nilai yang ditemukan sebagai penikmatan
tersebut.
Penerapan,
penerapan merupakan wujud perubahan sikap yang timbul sebagai temuan nilai.
Apresiator yang telah menemukan/merasakan kenikmatan, memanfaatkan temuan
tersebut dalam wujud nyata perubahan sikap dalam dunia nyata, perubahan sikap
dalam kehidupan. Apresiator mendapat manfaat langsung dari bacaan tersebut.
Contoh Atheis, menemukan betapa goyahnya seorang pemeluk agama yang
tidak disertai penguasaan ilmu. Dari temuan ini pembaca menemukan manfaat bagi
dirinya. Ia berusaha melengkapi agamanya dengan ilmu.
Terjadi proses pengenalan,
pemahaman, penghayatan, dan setelah itu penerapan. Rusyana,
menyebutnya dengan istilah tingkat-tingkat apresiasi, sementara Sumarjo (1986)
menyebut dengan langkah-langkah apresiasi.
Langkah-langkah
dan tingkat apresiasi itu antara lain.
a.Tingkat pertama
terjadi apabila seseorang mengalami pengalaman yang ada dalam sebuah karya. Ia
terlibat secara intelektual, emosional, imajinatif dengan karya sastra.
a. Tingkat kedua
terjadi apabila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat. Tingkat ketiga
terjadi, apabila pembaca telah mampu menemukan ada tidaknya hubungan antara
karya yang dibacanya dengan kehidupan.
Menurut S. Efendi
(1978: 12) yang dimaksud dengan apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli
cipta sastra secara sungguh sungguh sehingga muncul penghargaan terhadap cipta
sastra sekaligus memperoleh nilai-nilai dari karya sastra tersebut. Dengan
pengertian ini, diharapkan setelah melakukan kegiatan apresiasi, seorang
apresiator atau pembaca sastra dapat menghargai dan menerima kehadiran sebuah
karya sastra sebagai sesuatu yang indah, menarik, berguna, dan bermanfaat.
Karena pengertian
apresiasi merujuk pada “menggauli sastra secara sungguh-sungguh” maka hal ini
berarti dalam kegiatan apresiasi mensyaratkan sebuah sikap yang serius dan
sungguh-sungguh. Dalam hal inilah dibedakan antara kegiatan membaca sastra
sebagai kegiatan apresiasi dan kegiatan membaca biasa. Kalau kegiatan membaca
hanya terbatas pada kegiatan membaca sepintas lalu dengan tujuan hanya untuk
memperoleh hiburan atau kenikmatan saja, maka dalam membaca sebagai kegiatan
apresiasi tidak saja sebatas untuk memperoleh kenikmatan dan hiburan namun
membaca secara lebih serius dengan upaya menggali nilai-nilai keindahan
(estetika) dan nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya. Misalnya,
bila seorang apresiator sastra membaca puisi “Ibu” karya D. Zawawi Imron, sang
apresiator akan dapat menggali nilai keindahan bahasanya, menemukan pemakai
simbol dan metaforanya, merasakan musikalitas iramanya dan juga dapat menggali
aspek-aspek kehidupan di dalamnya.
Kata apresiasi
berasal dari bahasa Inggris appreciation yang berarti penghargaan.Kata
ini dapat pula dikembalikan pada kata berbahasa Prancis appresier atau appreatiare
yang berakar dari kata bahasa Latin pretium yang berarti price atau
harga.Dengan berdasarkan kata-kata itu secara harafiah apresiasi puisi dapat
diartikan sebagai memberi penghargaan terhadap puisi. Pemberian penghargaan ini
dapat muncul dari proses yang lebih dari sekadar membaca biasa tetapi membaca
dengan intens dibarengi dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk mencintai
dengan memandang puisi sebagai sesuatu yang bernilai.
1. Apresiasi
Puisi
Apresiasi puisi
merupakan bagian dari kegiatan apresiasi sastra secara umum. Sebagai bagian
dari apresiasi sastra, yang pertama kali harus dipahami bahwa apresiasi sastra
termasuk apresiasi puisi perlu diletakkan sebagai bagian dari peristiwa atau
fenomena kesenian, bukan merupakan peristiwa atau fenomena keilmuan, sosial,
politis, ekonomis dan lain sebagainya .Sebagai peristiwa kesenian, apresiasi
sastra lebih bersifat personal bukan komunal. Sebagai peristiwa kesenian yang
personal, apresiasi sastra akan lebih banyak bersangkutan dengan jiwa, nurani,
budi, rasa, emosi, dan afeksi daripada kemahiran fisikal.
Untuk melakukan
apresiasi khususnya apresiasi puisi, pemahaman mendalam tentang apresiasi puisi
memang perlu dilakukan. Agar tidak salah dalam melakukan apresiasi puisi,
konsep apresiasi perlu dipahami dengan cermat. Apresiasi puisi terkait dengan
sejumlah aktivitas yang berhubungan dengan puisi. Aktivitas yang dimaksud dapat
berupa kegiatan membaca dan mendengarkan pembacaan puisi melalui penghayatan
sungguh-sungguh (Waluyo, 2003: 19). Apresiasi merupakan pengalaman lahiríah dan
batiniah yang kompleks (Ichsan, 1990: 10). Apresiasi seseorang terhadap puisi
dapat dikembangkan dari tingkat sederhana ke tingkat yang tinggi. Apresiasi
tingkat pertama terjadi apabila seseorang memahami atau merasakan pengalaman
yang ada dalam sebuah puisi. Apresiasi tingkat kedua terjadi apabila daya
intelektual pembaca bekerja lebih giat. Apresiasi tingkat tiga, pembaca
menyadari hubungan kerja sastra dengan dunia luarnya, sehingga pemahamannya pun
lebih luas dan mendalam.
Apresiasi puisi
berkaitan dengan kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan puisi, yaitu
mendengar atau membaca puisi dengan penghayatan yang sungguh-sungguh, menulis
puisi, dan mendeklamasikan. Kegiatan ini menyebabkan seseorang memahami puisi
secara mendalam, merasakan apa yang ditulis penyair, mampu menyerap nilai-nilai
yang terkandung didalam puisi, dan menghargai puisi sebagai karya sastra seni
keindahan dan kelemahan.
Kegiatan apresiasi
puisi tidak dapat dilepaskan dari pemahaman struktur teks puisi. Kegiatan
mengapresiasi puisi dapat dilakukan dengan memahami struktur teks yang
membangun puisi. Dengan demikian, untuk mengenal, memahami, dan menghargai
puisi, dapat dilakukan dengan mengenal struktur bagian puisi tersebut, baik
menyangkut unsur isi maupun bentuk.
Apresiasi sastra
sesungguhnya tidak bekerja menggunakan rumus-rumus, pola-pola, atau
kaidah-kaidah ataupun perangkat teori sastra tertentu. Rumus-rumus, pola-pola,
atau teori sastra yang ada hanyalah sekadar alat bantu dalam proses kegiatan
apresiasi. Dengan kata lain, teori-teori dan rumus-rumus dalam kegiatan
apresiasi hanyalah merupakan hal yang sekunder sebab tanpa teori dan
rumus-rumus sastra, apresiasi sastra termasuk apresiasi puisi tetap dapat
berlangsung. Hal primer yang dibutuhkan dalam kegiatan apresiasi puisi hanyalah
kesiapan dan keterbukaan kalbu, keadaan cita rasa, kualitas emosi, kejujuran,
serta ketajaman rasa dan budi.
Dalam rangkaian
kegiatan apresiasi puisi, menghargai puisi merupakan ranah paling tinggi, yang
sebelum sampai pada ranah menghargai itu seorang pembaca harus terlebih dahulu
melalui ranah mengenali, menikmati, dan memahami. Dalam kegiatan apresiasi
sastra termasuk apresiasi puisi akan terjadi interaksi yang intens antara
manusia (pembaca/apresiator) dan sastra.
Herman J Waluyo
(2005: 45) menyebutkan ada empat tingkatan apresiasi yakni tingkat menggemari,
tingkat menikmati, tingkat mereaksi dan tingkat produktif. Sedangkan Wardani (1981)
menyebutkan ada empat tahap dalam mengapresiasi karya sastra, yaitu (1) tingkat
menggemari, yang ditandai oleh adanya rasa tertarik pada buku buku sastra serta
ada keinginan untuk membacanya; (2) tingkat menikmati, yaitu mulai dapat
menikmati cipta sastra karena mulai tumbuh pengertian; (3) tingkat mereaksi,
yaitu mulai ada keinginan untuk menyatakan pendapat tentang cipta sastra yang
dinikmati misalnaya dengan menulis sebuah resensi atau diskusi sastra, serta
(4) tingkat produksi, mulai ikut menghasilkan karya sastra.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa tahap mengapresiasi karya sastra meliputi: menyenangi,
menghargai, memahami, menghayati, dan memproduksi. Tahap paling dasar adalah
menyenangi sedangkan tahap paling tinggi adalah memproduksi.
Pembelajaran
apresiasi sastra di sekolah menurut Maman S Mahayana (2007:1) adalah agar siswa
dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kewmampuan
berbahasa. Selain itu, para siswa lebih dapat menghargai dan membanggakan
sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Dalam kegiatan apresiasi sastra -termasuk apresiasi puisi- akan terjadi
interaksi yang intens antara manusia (pembaca/apresiator) dan sastra.
Terjadinya
interaksi yang intens ini berarti menuntut adanya perjumpaan mesra dan akrab
antara manusia sebagai pengapresiasi dan puisi sebagai yang diapresiasi. Karena
itu sebenarnya pengajaran apresiasi puisi bertujuan sebagai upaya membangun
dunia perjumpaan antara siswa dan puisi secara akrab dan mesra, yang paling
tidak dalam proses apresiasi itu dapat diperoleh empat hal, yakni: (1)
pengalaman, (2) pengetahuan, (3) kesadaran, dan (4) hiburan.
Yang dimaksud
dengan pemerolehan pengalaman dalam tindak apresiasi puisi ini bukanlah
pengalaman empiris, fisikal dan yang memerlukan tindak jasmani, melainkan
pengalaman yang nonempiris, nonfisikal, dan cenderung berupa pengalaman
rohaniah-batiniah. Pengalaman rohaniah-batiniah ini berupa pengalaman (a)
literer-estetis, (b) pengalaman humanistis, (c) pengalaman etis dan moral, (d)
pengalaman filosofis, dan (e) pengalaman religius-sufistis-profetis.
Pengalaman-pengalaman
ini diuraikan lebih jauh berikut ini.
a) Pengalaman
literer-estetis.
Yang dimaksud
dengan pengalaman literer-estetis adalah pemerolehan pengalaman-pengalaman
keindahan, keelokan, kebagusan, dan keterpikatan.Pengalaman ini dapat diperoleh
dari diksi, bahasa, majas, rima, atau unsur-unsur lain yang terdapat dalam
puisi
b) Pengalaman
humanistis.
Dalam membaca dan
mengapresiasi puisi sering juga dapat dinikmati pengalaman-pengalaman
humanistis, pengalaman-pengalaman manusiawi, pengalaman-pengalaman hidup dan
kehidupan manusia. Pengalaman humanistis ini merupakan pengalaman yang berisi
dan bermuatan nilai-nilai kemanusiaan, pemuliaan harkat martabat manusia,
menggambarkan kondisi dan situasi yang manusiawi. Penggambaran kondisi situasi
yang manusiawi ini tidak saja hal-hal yang menyenangkan, indah, dan bahagia
tetapi juga dapat berupa peristiwa tragis, dramatis, sinis, ironis, humoristis,
murung, bahkan bisa juga garang.
c) Pengalaman Etis
dan Moral
Pengalaman etis
dan moral yang dapat diperoleh dalam mengapresiasi puisi mengacu pada
pengalaman yang berisi dan bermuatan bagaimana seharusnya sikap dan tindakan
manusia terhadap sesama, serta pengalaman yang menyajikan bagaimana kewajiban
dan tanggung jawab manusia sebagai manusia.Dalam hal ini, puisi menghadirkan
kelebatan-kelebatan masalah, pesan etis dan moral yang dapat ditangkap radar-radar
penjiwaan, penghayatan, dan penikmatan kita sebagai pembaca dan apresiator.
d) Pengalaman
Filosofis
Teks sastra
termasuk puisi sudah sejak lama diperlakukan sebagai media atau wahana
pengungkapan dan pencetusan gagasan-gagasan filosofis yang muncul dari daya
renungan (kontemplasi) pengarangnya.Sehubungan dengan hal ini, pada saat kita
membaca dan mengapresiasi puisi kita dapat menggali persoalan filosofis atau
persoalan yang direnungkan oleh penyairnya lewat puisi tersebut.
Pengalaman-pengalaman
filososis ini akan diperoleh bilamana radar-radar nurani, rasa, dan budi kita
terarah secara tajam dan peka terhadap renungan-renungan hidup-kehidupan yang
terdapat dalam puisi. Renungan filosofis ini dapat berupa renungan tentang
hidup-mati, renungan tentang kejadian, renungan tentang apa dan siapa manusia,
dan sebagainya.
e) Pengalaman
Religius-Sufistis-Profetis
Pengalaman
religius-sufistis-profetis merupakan pengalaman yang berkaitan dengan
nilai-nilai ketuhanan yang dapat diperoleh saat kita mengapresiasi sebuah
puisi. Pengalaman ini pada dasarnya merupakan pengalaman transendental dan
spiritual dan kesadaran akan adanya Yang Di Atas Sana, yang membawa kita pada
suasana yang mistis dan pasrah terhadap kekuasaan dan kehadiran-Nya.
Pengalaman-pengalaman
religius ini dapat diperoleh bilamana radar-radar penjiwaan, penghayatan, dan
penikmatan kita mampu tersentuh dan menangkap fenomena-fenomena yang ditandai
oleh kesadaran keilahian yang diungkapkan dalam sebuah puisi.
Di samping
menghidangkan pengalaman-pengalam seperti terurai di atas, proses mengapresiasi
puisi juga dapat memberikan seperangkat pengetahuan.Yang dimaksud dengan
pemerolehan pengetahuan dalam kegiatan apresiasi ini adalah hal-hal yang dapat
kita peroleh yang bersifat konseptual dan kognitif (pemahaman) dari karya
puisi. Pengetahuan-pengetahuan itu antara lain (a) pengetahuan tentang
literer-estetis, misalnya struktur puisi, estetika puisi, (b) pengetahuan
humanistis, (c) pengetahuan mengenai religiositas, (d) pengetahuan tentang
sosial-politik, (e) pengetahuan tentang nilai-nilai budaya, (f) pengetahuan
tentang kesejarahan dan (g) pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
moralitas. Bekal-bekal dasar ini diuraikan sebagai berikut:
(1) Kemauan,
kesudian, dan ketetapan hati untuk mengakrabi dan menggumuli puisi merupakan
bekal dasar paling utama yang harus ada dan dimiliki oleh apresiator. Tanpa
kemauan, kesudian, kesediaan, dan ketetapan hati niscaya kegiatan apresiasi
puisi tidak akan dapat berlangsung. Sebagai contoh, jika seseorang akan
mengapresiasi kumpulan puisi Asmaradana karya Goenawan Muhhamad, maka
pertama-tama dia harus memiliki kemauan, kesudian, dan ketetapan hati untuk
menggumuli, menggauli, dan mengakrabi puisi terlebih dahulu. Tanpa ini semua
jelas bahwa orang tersebut tidak akan mampu untuk mengapresiasinya.
(2) Keyakinan
bahwa teks puisi dapat memenuhi hajat rohaniah manusia, menjadi tempat
mendulang bahan-bahan renungan, merupakan syarat dasar kedua agar kegiatan
apresiasi puisi dapat berlangsung. Sebagai contoh jika seseorang ingin
mengapresiasi puisii-puisi Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi Hujan
Bulan Juni, maka terlebih dahulu dia harus yakin bahwa puisi Hujan Bulan
Juni itu dapat menjadi bahan renungan dan memenuhi kebutuhan rohaniahnya.
(3) Pengalaman hidup
sehari-hari juga nerupakan bekal dasar selanjutnya. Dengan adanya dan
dimilikinya pengalaman hidup sehari-hari proses kegiatan apresiasi puisi dapat
berlangsung lancar dan berkualitas. Pengalaman hidup sehari-hari itu akan
memantapkan proses apresiasi puisi.
(4) Kemampuan dan
kemahiran berbahasa juga merupakan bekal dasar yang perlu dimiliki oleh
pengapresiasi puisi. Tanpa kemampuan dan kemahiran berbahasa mustahil sebuah
kegiatan apresiasi puisi dapat berlangsung.
Keempat bekal
dasar tersebut di atas menjadi semacam prasyarat agar seseorang dapat melakukan
kegiatan apresiasi puisi. Keempat bekal dasar tersebut menentukan lancar
tidaknya proses apresiasi puisi. Untuk memilikinya seorang calon apresiator
tidak perlu mengikuti pembelajaran secara khusus karena empat bekal dasar ini
dapat dimiliki selama menjalani hidup dan kehidupan.
Sedangkan yang
dimaksud dengan bekal lanjut ialah bekal tambahan yang seyogyanya dimiliki oleh
pengapresiasi puisi agar proses apresiasi puisi yang dilakukan menjadi lebih
mendalam, lebih bermakna, lebih luas, lebih kaya, dan lebih tajam.
Bekal-bekal lanjut yang disarankan dalam
tindak mengapresiasi puisi itu antara lain ialah; (1) pengetahuan tentang
lambang-lambang bahasa, lambang-lambang sastra, dan lambang-lambang budaya
(kode bahasa, kode sastra, dan kode budaya), (2) pengetahuan tentang manusia
dan kemanusiaan dengan segala sisi kehidupannya, (3) pengetahuan tentang
masyarakat dan budaya dengan segala ragam persoalannya, (4) pengetahuan tentang
sastra yang mencakup karya sastra, teori sastra, sejarah sastra, dan kritik
sastra, dan (5) pengetahuan linguistik dan stilistik yang bersangkutan dengan
bunyi-bunyi bahasa, kata, kalimat, gaya, imaji dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar