Kamis, 02 November 2017

INOVASI PEMBELAJARAN SASTRA

Anggapan siswa tentang pelajaran sastra  itu mudah ternyata salah, justru pada saat siswa menghadapi ujian atau tes tentang sastra kebanyakan para siswa merasa bingung untuk menjawab soal. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran sastra bisa dikatagorikan gampang-gampang susah.
Balajar sastra harus dengan perasaan, menggunakan hati, jangan setengah, siswa harus kita ajak mencintai terlebih dahulu apa itu sastra sebenarnya.
            Di sekolah pembelajaran sastra hakikatnya adalah mengenalkan kepada siswa untuk mengambil pengajaran dari sastra yang dipelajari di sekolah.

Hubungan bahasa dengan Sastra Indonesia pada dasarnya serupa dua sisi mata sekeping uang logam. Keduanya saling ketergantungan, tidak dapat dipisahkan atau berdiri sendiri. Sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna dengan bahasa sebagai mediumnya (Prodopo, 1995).
Bahasa sendiri tidaklah netral, sebab sebelum jadi anasir dari bangunan karya sastra, bahasa telah memiliki arti tersendiri (meaning) berdasarkan konvens i bahasa tinggkat pertama melalui pembacaan heuristik.
Rendahnya minat siswa untuk mempelajari mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya sastra di sekolah, setidaknya disebabkan oleh 4 hal, yaitu:
a. Keseragaman Kurikulum
Kurikulum yang disusun pusat hanya ada satu macam. Kurikulum itu berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah yang terpencil dan tertinggal. Sekolah dan para guru tidak diberi pilihan atau kemungkinan untuk menyusun kurikulum sesuai dengan potensi dan kekayaan daerahnya yang jelas berbeda dengan daerah lain. Selain itu, materi bahasannya sangat banyak. Guru diharuskan melaksanakan kurikulum sesuai dengan target kurikulum dan harus diselesaikan oleh guru dalam pembelajaran. Hal -hal tersebut menyebabkan mati dan tenggelamnya kreativitas dan inovasi para guru.

b. Pembelajaran "Teacher-Center"
Proses pembelajaran yang terjadi di kelas pada umumnya model Teacher-Center (berpusat pada guru), bukan Student Center (berpusat pada murid). Model pembelajaran ini pasti menyebabkan interaktif yang rendah.
Guru cenderung hanya melakukan trans fer pengetahuan yang ada padanya. Cara ini, melelahkan guru, membosankan siswa, interaksi rendah, siswa hanya pendengar dan penghafal saja.

c. Beban Administrasi Guru
Selama ini guru disibukkan oleh pers iapan administrasinya. Seharusnya beban administrasi dikurangi, lalu diganti dengan tugas membaca buku-buku yang mendukung pembelajarannya. Adanya porsi membaca buku yang lebih banyak ternyata berpengaruh besar terhadap wawasan guru dan siswa. Guru yang memiliki pengetahuan luas akan
memberi dampak besar bagi kemajuan murid. Ia dapat memberi arahan dan pendampingan bagi murid-muridnya untuk maju dan berkembang.
Guru yang tidak mau menambah wawasannya hanya dapat memberi kontribusi kecil bagi kemajuan anak didik.

d. Kelas Kurang kondusif
Semakin besar jumlah siswa dalam satu kelas, semakin tidak efektif kegiatan pembelajaran. Semakin kecil kelas , semakin efektif kegiatan pembelajaran. Dengan kelas kecil, guru dapat memberi perhatian penuh kepada siswa. Metode pembelajaran dapat dilakukan secara variatif interaktif, aktif dan kreatif. Siswa dapat terlibat penuh dalam pembelajaran.

Inovasi Manajemen Kelas
Dalam menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan guru dapat memanfaatkan berbagai media misalnya Tape Recorder, OHP, LCD, maupun VCD, yang memutar pembacaan puisi, cerpen, pergelaran drama, atau film yang kental unsur sastranya. Sekali-kali guru juga dapat mencoba menghadirkan sastrawan lokal atau nasional di kelas untuk langsung berdiskusi dengan para siswa. Jika ada masalah berkaitan dengan dana (pengadaan media atau mengundang sastrawan) pihak pengelola sekolah harus membantunya.
Peran pihak sekolah tentunya harus lebih banyak dalam mendukung kegiatan bersastra bagi peserta didiknya. Anak didik kita akan lebih senang bila pembelajaran bersastra dilakukan tidak hanya sekedar teori membahas pengertian dan hafalan konsep, sekolah harus lebih banyak memfasilitasi peserta didik kita dengan kegiatan lomba-lomba menulis sastra, sehingga mereka termotivasi untuk berkarya menulis cerpen atau puisi.
Dalam hal ini sekolah bisa melaksanakan setahun sekali di bulan oktober bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda. Kegiatan lomba bisa saja bertemakan bulan bahasa dan sastra.
Pengelolaan kelas dalam proses belajar mengajar harus berorientasi pada kebutuhan siswa dan sesuai dengan perkembangan kejiwaan siswa, sehingga siswa dapat menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana berkomunikasi yang akan memperkaya wawasan berpikir dan berekspresi.
Dalam hal pelajaran menulis cerpen atau kegiatan menulis puisi kita sebagai guru harus kreatif mencarikan seting tempat yang ideal bagi siswa untuk menciptakan cerpen atau puisi di tempat terbuka, tidak hanya pembelajaran menulis cerpen atau menulis puisi berkutat di dalam kelas yang hanya terbatas pada pandangan ruangan kelas yang kotak yang menumpulkan ide siswa dalam menuangkan ide atau gagasan yang akan dia tuangkan dalam sebuah karya yang akan dia tulis.
Sebaiknya guru diberi kebebasan berkreasi mengembangkan bahan ajar yang inovatif, menarik, menyenangkan, mengasikkan, mencerdaskan, dan membangkitkan kreativitas siswa.

Seiring dengn kebijakan yang digulirkan pemerintah tentang gerakan membaca di sekolah, ini bisa kita manfaatkan untuk mengembangkan pembelajaran sastra. Tentunya ini tergantung dari semua warga sekolah yang berniat betul-betul untuk mengembangkan peserta didiknya gemar membaca sastra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar